Kategori
Guru Orangtua Siswa

Diservice Oleh Seorang Alumni

Sumber Gambar :pixabay.com

Bagaimana rasanya jika kebutuhan anda dilayani oleh seseorang yang pernah anda ajar?,

Apa yang pertama anda fikirkan saat anda mengetahui bahwa salah seorang murid anda piawai mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan bidangnya?,

Dan satu lagi, Bagaimana ekspresi anda saat melihat anak tersebut merasa malu melihat anda saat dia sedang bekerja?.

Ini adalah situasi yang saya alami hari ini. Tadi siang setelah melakukan pembelajaran online, saya pergi ke salah satu dealer untuk service motor.

Di sana, saya bertemu dengan seorang petugas yang menanyakan surat untuk service, setelah diperiksa, dia memanggil salah seorang pegawai yang menurut saya, nama tersebut tidak asing.

Saat itu, saya belum terlalu ngeh, karena  kesamaan nama seseorang bukan hal langka.

Setelah itu saya diminta untuk menunggu di ruang sebelah yang dimana, ruangan tersebut tembus pandang, karena dindingnya terbuat dari kaca.

Setelah sekitar 15 menitan saya duduk, saya berdiri untuk melihat cara mekanik mengecek motor saya.

Saat saya melihat ke luar, si mekanik menunduk sambil mengganti oli dan mengecek motor saya.

Sesekali, saya melihat ke mekanik yang lain yang juga sangat telaten mengerjakan bagian mereka dengan sangat serius.

Di dalam hati saya berkata “koq mereka bekerja ngk pake canda tawa, yah?” lalu saya tersadar bahwa pekerjaan seorang mekanik tidak bisa abal-abal, karena salah sedikit, asap knalpot motor bisa masuk ke dalam mulut, belum lagi oli yang mereka pegang bisa saja tumpah.

Lalu saya memperhatikan mereka bekerja sesuai Standard Operational Procedure (SOP). Pokoknya, mereka keren. Saya salut dengan mereka.

Perhatian saya kembali tertuju kepada si mekanik yang meng-handle motor saya. Saya perhatikan cara dia bekerja patut diacungi jempol.

Saya adalah seorang guru adaptif di salah satu sekolah kejuruan. Saya beberapa kali melihat siswa belajar tentang mata pelajaran kejuruan dan menghubungkan pelajaran produktif ke dalam mata pelajaran yang saya ajarkan  (bahasa Inggris), jadi kurang lebih, saya sudah mengetahui sedikit SOP dalam bekerja, khusunya tentang mata pelajaran otomotive kendaraan ringan.

Setelah selesai, anak yang menangani motor saya, terus saja menunduk malu, hal ini tentu membuat saya penasaran, sehingga saya terus berdiri untuk memperhatikannya.

Sekitar hampir 10 menit, barulah saya sadar bahwa si mekanik itu adalah siswa yang pernah saya ajar.

Katakan saja namanya ‘Panuel’. Mungkin dia sadar jika saya penasaran ingin melihat dia dengan jelas, lalu saat dia selesai melap motor saya, dia berdiri sambil membuka masker dan tersenyum malu kepada saya.

‘Astaga’ saya berkata dengan menutup mulut saya dengan kedua tangan sambil melihatnya dengan mata besar. Yah, saya terkejut.

Dia menyapa ‘siang mam’, ‘astaga Panuel, ternyata itu kamu, dari tadi mam su rasa kalau mam kenal kamu’, saya berkata sambil merasa gembira.

‘Saya su tiga bulan kerja di sini mam’ dia berkata. ‘Lalu usaha dagang kamu bagaimana?’ Saya bertanya. ‘Ada mam, sa tete (nenek) yang bantu jaga’. ‘Begitu boleh, kerja apapun, berwirausaha tetap dilakukan, yah‘. ‘iya, mam’, dia merespon.

Sebenarnya kami masih ingin bercerita, namun, karena masih ada pelanggan yang sedang antri, akhirnya kami menyudahi percakapan kami, namun tak lupa saya mengatakan ‘tetap semangat,yah’.

Saat saya pulang, saya merasa motor yang sebelum diperbaiki sudah menjadi bagus.

Yang membuat saya senang adalah, motor saya diperbaiki oleh alumni dan hasilnya bagus, namun yang membuat saya sedikit kurang enak hati adalah, saya heran mengapa dia agak merasa malu kepada saya?.

Tapi tak apa, mungkin dia merasa malu saja, karena saya pernah memarahi dan mencubitnya dengan alasan bolos sekolah dan tidak masuk di kelas saya untuk belajar.

Yah, yang jelas, melihat alumni sudah mendapatkan pekerjaan tetap dan tidak gengsi berwirausaha membuat saya sudah merasa bangga.

Semoga dengan bekerja saat ini membuatnya bisa mendapatkan ilmu lebih, agar suatu saat dia bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari pekerjaan sekarang, berdasarkan pengalaman kerja saat ini.

Dalam hati saya berkata ‘Tuhan Sayang kamu’.

Kategori
Guru

Perkembangan Pembaharuan Kurikulum Tak Pernah Berhenti.

Selama mahluk hidup terus berkembang, maka pembaharuan beradaptasi akan selalu ada. Manusia terus beradaptasi dengan keadaan, dengan perkembangan zaman, maka kurikulum patut terus disesuaikan.

Semua orang tentu berubah, baik dari segi fisik maupun mental. Begitu juga dengan zaman, masa dimana era selalu berubah dari masa ke masa.  Manusia belum mengenal alat tulis, hingga memiliki alat cangih yang bisa menggantikan buku untuk menulis.

Begitupun dunia pendidikan yang selalu berubah-ubah.

Pendidikan adalalah bidang yang sangat penting untuk memajukan suatu bangsa, karena masyarakat dari sebuah bangsa adalah sumber daya yang dapat mengantikan sumber alam untuk memberikan pengaruh besar bagi suatu negara.

Pendidikan mendapatkan jaminan oleh Undang-Undang dan juga peraturan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disana terdapat cita-cita negara yang artinga mencerdaskan kehidupan bangsa yang artinya  pendidikan adalah kunci untuk mewujudkannya.

Bagi Sekolah

Perubahan kurikulum akan terus terjadi demi menyesuaikan dunia pasar, tujuanna agar tercipta link and match antara dunia akademis dan dunia kerja. Bisa dibayangkan jika Dunia Usaha (DUDI) membutuhkan lulusan yang mampu mengopreasikan mesin dengan kekuatan cepat, namun di sekolah, siswa hanya mengajarkan tentang pengenalan kerja mesin dan cara mengoperasikannya.

Akibatnya akan banyak lulusan yang menganggur, karena tidak memiliki skill atau keterampilan yang mengikuti perkembangan.  Siswa yang menganggur atau tidak diterima di dunia kerja bisa saja dianggap tidak terampil atau lulusan tanpa keterampilan oleh masyarakat, padahal ada banyak hal yang dibutuhkan pasar yang belum pernah mereka dapatkan di bangku sekolah.

Dengan kata lain bekal yang mereka dapat di bangku sekolah tidak mengikuti zaman. Sebagai contoh, di era 4.0 atau di negara berkembang seperti Cina dan beberapa negara lainnya sudah membekali siswanya dengan  4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration, Creativity) untuk menghadapi abad 21.

Mungkin orang bertanya, memangnya bedanya era 21 dan sebelumnya apa?

Nah, ini yang perlu diperhatikan bahwa era 21 adalah masa dimana teknologi semakin canggih dan cepat mengalami pembaharuan. Masa dimana sebagian manusia tenaga manusia telah digantikan dengan mesin bahkan robot.

Manusia yang semakin cerdas telah menciptakan alat untuk bisa membantu meringankan pekerjaannya, jika keterampilan yang dimiliki anak sekarang masih jadul, maka siap-siap tertinggal atau menjadi penonton lagi di negara ini.

Kedepan atau beberapa tahun kedepan, tentu kurikulum akan mengalami penyesuaian lagi, hal ini tergantung siapa yang merancang, siapa yang mengimplentasikan dan bagaimana peran orangtua siswa dalam menunjang pekerjaan wali kelas.

Baca Juga :

  1. Guru abad 21, melek teknologi
  2. Tantangan guru di era new normal
  3. Teknologi berperan aktif dalam pendidikan di masa kini dan seterusnya
  4. Alasan kurikulum selalu berubah
Kategori
Guru Siswa

Perlukah Design Thinking Bagi Siswa?

Sumber Gambar : pixabay.com

Lagi up tentang design thingking dalam organisasi, dimana perusahaan mengharapkan para pegawai dapat mengembangkan budaya design thingking dan iklim kreatif untuk menciptakan produk atau jasa untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. 

Ini berarti ditujukan bagi para workers, tidak hanya pekerja tertentu seperti swasta, namun tentu semua unit istansi yang mengharapkan pertumbuhan signifikan dalam hal keuangan.

Lalu bagaimana dengan siswa, perlukah mereka mengetahui tentang desain thingking sejak dini?.

Tentu iya, dalam kehidupan mereka sehari-hari, mereka kerab merancang sesuatu, seperti merancang tugas kejuruan agar tampilannya, merancang atau merencanakan kegiatan menarik dengan teman mereka dan lain-lain.

Proses desain thingking akan membangun kebiasaan atau budaya baru dalam bekerja, bukankah siswa dipersiapakan untuk siap bekerja dan mempekerjaakan orang suatu saat?.

Tugas guru hanya mempertajam dengan cara menerapkan desain thingking dalam pembelajaran.

Menurut Samahuta. co.id menjelaskan tentang 4 prinsip desain thingking, yaitu empati, partisipatif, holistik dan visual. 

Prisip empati menekankan pada  titik tolak dari perspektif pengguna yang merasakan manfaatnya dan mengalami persoalannya.

Partisipatif tentang keluhan dan usulan perbaikan desain datang dari pengguna yang tidak bisa memaksakan idenya. 

Holistik semua pengguna berhak menyatakan idenya, keahlian dapat menyumbangkan ide dan solusinya. 

Visual ide dan usulan harus disampaikan dalam suatu prototipe yang lengkap secara visual sehingga semua pihak dapat melihatnya secara utuh.

Design thinking dapat diterapkan melalui 5 tahap, yaitu :

  • Empatize atau design thingker harus mampu memahami dan mengetahui alasan dibalik perasaan pengguna, baik fiaik maupun emosional.
  • Define adalah langkah-langkah untuk menganalisis atau mengintepretasikan berbagai aspirasi.
  • Ideate adalah tahap brainstorming dimana semua pemangku kepentingan diajak melontarkan ide atau gagasan untuk mendapatkan design yang sesuai kriteria
  • Prototype ada tahap sintesis berbagai ide dan usulan design yang dituangkan dalam bentuk design utuh secara visual.
  • Test adalah menguji prototype yang sudah dibuat untuk melihat apakah pengguna dapat memahami value dari solusi atau ttidak.

Siswa dapat mengembangkan kultur design thinking dan iklim kreatif dengan cara :

  1. Terus belajar. Seorang pemikir selalu belajar dalam keadaan apapun, dimanapun dan kapanpun. Belajar tidak hanya sedang membaca buku atau membaca artike di gawai, tetapi saat melihat, mendengar juga dapat dilakukan. Contoh : saat melihat karya orang, katakanlah hasil lukisan seseorang, design thinker tidak hanya melihat dan memuji karya tersebut, namun dia akan berusaha mengetahui bagaimana cara karya tersebut dibuat, apa maksud lukisan tersebut, terbuat dari apa, dapat ide dari mana, berapa lama membuatnya dan lain-lain. Bahkan pemikir akan berimajinasi untuk membuat lukisan serupa namun lebih menarik, berdasarkan kekurangan dari lukisan tersebut, baik dari warna lukisan, bahan lukisan dan lain-lain.
  2. Menjadi Design Thinker. Menjadi pemikir bagi mereka yang terlatih sejak kecil memang tidak sulit, namun bagi mereka yang tidak, tentu bisa memulainya. Mulailah dengan melihat sebuah kejadian, lalu berfikir solusi apa yang terbaik, melibatkan siapa dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam proses penanganannya.
  3. Berani Tampil. Siswa introver,  ekstrovert dan ambivert adalah jenis kepribadian mereka yang kerab membuat guru harus belajar menangani mereka dengan penanganan yang berbeda. Namun di sini adalah siswa yang introvert atau cendrung pendiam adalah mereka yang terkadang memiliki banyak ide, namun malu untuk membagikannya. Terkadang mereka memiliki ide yang besar, namun malu menyampaikannya. Tak bisa menutup mata jika siswa yang ekstrovert dan ambivert terkadang ada moment membuat mereka malu membagikan idenya kepada orang lain. 

Yang menjadi masalah adalah, tak semua orang bisa menerima ide, yang dibutuhkan ada kembali pada prinsip design thinking di atas.

Siswa adalah pengerak suatu saat nanti, jadi design thingking sangat perlu diperkenalkan bahkan dikembangkan agar suatu saat mereka menjadi design thinker hebat yang di miliki oleh bangsa ini.

Kategori
Guru

Guru Dan Bangsa Yang Besar

Sumber Gambar : pixabay.com

Pagi ini saya terkesan melihat penjelasan seorang pembicara dalam sebuah kegiatan yang dibagikan oleh salah satu teman di salah satu akun media sosialnya.

Tak biasanya teman saya ini (katakanlah namanya ‘Nam’) membagikan hal berfaedah di brandanya :-D. Biasanya dia membagikan tentang hal-hal yang menjijikan atau menguji apakah teman medsosnya phobia akan gambar yang dia bagikan atau tidak.

Dalam video yang dia bagikan, jelas terlihat beberapa orang duduk di depan, yang bisa saya artikan bahwa seseorang yang merekam berada di baris ketiga atau keempat dari deretan kursi.

Jadi, bisa saya tebak bahwa kegiatan ini telah diadakan di dalam sebuah aula atau kelas untuk mahasiswa.

Yang menjadi spotlight saya adalah pembicara tersebut mengatakan bangsa yang besar, maju dan makmur ditentukan oleh guru saat ini.

Sebaik apapun kurikulum dirancang oleh para pakar pendidikan, namun jika tidak diimplementasikan dengan baik atau di kembangkan dengan benar oleh guru maka tak akan ada gunanya.

Saat di berikan sesi tanya jawab, seseorang yang tidak ditampilkan wajahnya dalam video bertanya “anda hebat, dan banyak orang yang hebat saat ini, apakah tandanya pendidikan di zaman bpk berhasil membentuk anda?”.

Sang pembicara merespon “pendidikan zaman dulu dan sekarang tentu berbeda. Guru mengajar sesuai zamannya. mengapa orang yang menggunakan kurikulum dulu di sekolah tetap hebat saat ini, karena mereka termasuk saya tidak pernah berhenti belajar, kami menyusuaikan diri dengan perkembangan”.

Lanjut dia menjelaskan zaman mereka dulu sering belajar dengan cara berbeda seperti sekarang, jika metode itu masih digunakan guru, maka siswa akan tertinggal jauh.

Bukankah kalian lebih aktif, daripada kami saat sekolah dulu. Zaman kami banyak merasa tidak enak, segan, malu-malu, takut salah dan lain-lain, kalian kebalikannya.

Mengapa kami tetap eksis di zaman sekarang, tentu karena jawaban tadi, kami banyak belajar dari berbagai informasi dan juga belajar dari anak muda seperti kalian.

Anak sekarang berkembang karena banyak belajar secara mandiri dengan mengadopsi berbagai hal dari surfing internet, zaman kami dulu hanya menghandalkan buku, itupun buku saat itu terbatas dan langka.

Saya menyimpulkan video pendek tersebut bahwa bangsa yang besar membutuhkan guru hebat untuk menjadikan bangsa yang besar menjadi hebat suatu saat.

Guru adalah penentu masa depan bangsa hal ini juga pernah disampaikan oleh presiden Jokowi saat menghadiri peringatan Hari Guru Nasional yang saat itu digelar di Istora Senayan Jakarta, pada hari selasa, 24 November 2015.

Guru bukan saja sebagai pekerjaan, tetapi guru menyiapkan masa depan bangsa.

Dengan adanya kurikulum mereka saat ini dan masih berlakunya kurikulum 2013 diharapkan beberapa tahun ke depan generasi saat ini menjadi bintang untuk bangsa ini.

Bagaimana jika tidak sesuai expektasi?

Pertanyaan ini tentu terberkait bagi beberapa orang, namun andai kata tidak (hanya berandai), siapa yang disalahkan?

Ironis jika hanya menyalahkan guru saat ini, atau hanya menyalahkan siswa/generasi saat ini, tentu setiap orang tak bisa naif.

Yang menjadi pengendali saat ini tentu semua pihak, pemerintah, pihak sekolah, guru, orangtua/wali siswa. 

Apa yang dilakukan oleh guru untuk menjadi bangsa yang besar dan hebat adalah pertanyaan yang sebenarnya sudah terjawab.

Dengan berbagai program pemerintah untuk meningkatkan atau meng-upgrade pengetahuan guru, guru bekerja sama dengan orangtua siswa untuk mendidik siswa hingga lulus dengan memiliki keterampilan dan kemampuan berkompetisi.

Jika semua pihak ingin bangsa ini lebih maju di masa mendatang, lihatlah yang sedang dilakukan dan sedang terjadi secara terus menerus saat ini.

Kategori
Guru Siswa

Kegilaan Apa Saja Yang Membuat Siswa Masuk Ruang BK

Kalau tidak nakal bukan siswa namanya!.

Nakal tidak selamanya berarti buruk, walau sifat nakal sering membuat orang lain merasa tidak nyaman.

Siswa yang sering melakukan hal seperti ini adalah siswa yang aktif atau suka bergerak, atau dengan kata lain susah diam di tempat.

Ada juga siswa yang sering membuat gerakan tambahan adalah mereka yang memiliki masalah serius di dalam keluarga. 

Berdasarkan pengalaman saya menjadi seorang tenaga pendidik, masalah keluarga adalah masalah yang paling utama menjadi penyebab siswa melakukan pelanggaran di sekolah.

Entah karena kurang perhatian dari orangtua, terluka akan sikap orangtua, dan lain-lain.

Jika siswa melakukan hal yang sudah melebihi batas kenormalan, maka tugas wali kelas memangil orangtua/wali siswa lalu menyelesaikannya dengan guru bimbingan konseling (BK).

  • Aur-Auran. Berhamburan di halaman sekolah atau bahkan di sekitar sekolah sangat menganggu siswa dan guru lain yang sedang belajar dan mengajar, bahkan dapat mengangu pengguna jalan. Tak jarang jika siswa tidak mengikuti pelajaran di kelas, mereka suka kumpul bersama sambil bercerita, ketawa bersama dengan suara yang keras. Hal seperti ini sangat perlu diwaspadai, karena jika dibiarkan, hal ini dapat membuat mereka semakin tidak terkontrol untuk melakukan anarkis atau merancang sesuatu yang tidak baik.
  • Tidak Disiplin. Tidak tepat waktu, tidak kerja tugas atau tidak kerja pekerjaan rumah adalah beberapa dari sekian kebiasaan indisipline siswa. Bagi beberapa siswa (i) yang butuh perhatian lebih dari guru, terkadang kebiasaan yang salah seperti itu dilakukan berkali-kali entah karena alasan malas, lupa, bosan, acuh atau karena memiliki masalah keluarga hingga mereka melampiaskannya dengan hal yang memancing amarah guru.
  • Jail. Kebiasaan ini mendekati bully. Terkadang ada siswa yang sengaja membuat teman sekolahnya terluka, tersinggung yang mengakibatkan siswa tersebut harus berurusan dengan guru BK. Bully adalah salah satu hal yang harus diberantas di sekolah, karena hal ini bisa mematikan karakter siswa, bahkan jika dibiarkan, maka siswa tersebut bisa merasa luluasa untuk melakukan hal yang lebih fatal kepada orang lain.
  • Berbohong. Sikap ini sering dilakukan siswa untuk menutupi tindakannya agar tidak tercium oleh guru. Ada banyak taktik yang sering mereka lakukan dan tentu guru sering membacanya, misalnya siswa berbicara sambil garuk-garuk kepala atau membentak guru untuk menutupi kesalahannya.
  • Bersekongkol Dengan Komplotan. Biasanya janjian untuk bohongin guru untuk bolos, misalnya pura-pura sakit, ada keluarga yang sakit dan lain-lain. Siswa terkadang lupa kalau guru juga dulu pernah sekolah, pernah berbohong. Siswa harusnya menyadarinya agar tak perlu berbohong kepada guru yang akan membuatnya berurusan di meja pengadilan guru BK.
  • Style Yang Permanen. Setiap sekolah memiliki aturan dimana aturan tersebut terkadang susah dipatuhi oleh siswa, contoh pakaian harus dimasukkan ke dalam celana, menggunakan sepatu berwarna hitam. Hal ini tentu tak akan disukai oleh mereka yang suka trend. Memasukkan baju ke dalam celana akan terlihat culun bagi mereka yang suka style kekinian.
  • Tidak Beretika. Ada saja siswa yang terkadang lepas kendali, misalnya memanggil temannya dengan sebutan “anjing”. Kata ini digunakan tidak hanya dalam keadaan marah, tetapi juga dalam keadaan normal. Bagi beberapa siswa kata ini sudah menjadi kata gaul yang terkadang mereka plesetin menjadi “anying”. Contoh: saat itu saya sedang mengajar lalu seorang siswa berteriak dari luar kelas dan memanggil temannya yang sedang belajar dengan berkata “anjing, saya tunggu di kantin”. Sontak saya langsung menegur anak tersebut, namun dia lari tanpa mengucapkan kata ‘maaf’. Bisa dibayangkan jika hal ini terus dibiarkan berkembang. 

Sikap dan tindakan di atas sangat tidak berguna bagi siapapun, terlebih lagi hal demikian bisa membuat guru BK harus berurusan dengan berbagai pihak, seperti wali kelas, kepala sekolah, keluarga siswa bahkan pihak kepolisian.

Guru BK adalah teman baik wali kelas, dimaan mereka saling membantu, saling mensupport untuk menangani siswa yang sering melakukan pelanggaran.

Kategori
Guru Siswa

Guru Cerewet Tetap Dibutuhkan.

Sumber Gambar : pixabay.com

Ada-ada saja kelakuan anak zaman sekarang. Maunya banyak dan sukanya membuat kepala guru pusing banyak keliling.

Pengalaman saya sejak menjadi guru, saat saya menasehati siswa, terkadang ada saja siswa yang memberikan ekspresi kesal.

Sebenarnya, kesalnya mungkin tentang kenakanalan siswa yang menurutnya wajar atau benar, namun bagi saya, apapun itu jika sesuatu dilakukan secara berlebihan dan diulang secara terus menerus perlu dibenahi dengan seksama.

Guru adalah sosok yang selalu membimbing siswanya, jika ada siswa yang salah, melakukan hal yang tidak benar akan dinasehati, ditegur, dan paling parah akan memarahi sesuai etika yang ada.

Hal ini terkadang membuat siswa merasa dicereweti oleh guru, karena mereka merasa ingin bebas. Jika kita amati, umur siswa SMA/SMK memang masih sangat rentan untuk melakukan kesalahan, hal ini terjadi karena pengalaaman hidup yang mereka miliki masih minim.

Banyak hal yang mereka ingin eksplore dan ingin mencoba hal baru yang menantang. Hal ini tentu baik, karena mereka harus belajar banyak hal, namun guru sebagai penganti orangtua di sekolah perlu mendampingi siswa, terlebih jika guru tersebut sebagai wali kelas.

Membiarkan siswa terus melakukan hal yang tidak benar adalah tindakan yang tidak benar bagi guru, namun sikap siswa yang mendapati guru dalam membimbingnya penjadi momok bagi beberapa siswa.

Sebenarnya guru tidak cerewet, hanya saja guru tak ingin ada tindakan atau prilaku siswa yang tidak baik terus dikembangkan oleh siswa.

Jika mendapati guru terus ngomel, karena mendapati siswa melakukan kesalahan yang sama, sebaiknya siswa mengerti bahwa itu adalah tindakan baik untuk diri kalian.

Guru tak mungkin terus menerus ngoceh tanpa alasan, guru waras akan merespon siswa yang bertindak tidak benar.

Bayangkan……………..

Jika kalian bersalah, lalu dibiarkan oleh guru terus melakukan hal salah dengan alasan kalian siswa, bukan keluarga guru, nah..……

Kalian akan selalu melakukan hal salah, mungkin kalian tidak tau bahwa itu salah, itu berbahaya, tetapi tak pernah disadarkan guru, bukankah pembiaran terhadap kalian adalah sikap guru yang fatal dan tak baik bagi masa depan kalian?.

Mengapa Kalian Tidak Merenungkan Ini

Saat kalian bersalah, terimalah masukkan dan saran guru yang terkadang penyampainnya tidak lembut, atau penyampaiannya tidak selalu dengan nada rendah. Sadarilah bahwa tone/nada guru tergantung kalian.

Guru juga manusia biasa yang menangani banyak siswa. Tak mungkin akan selalu stabil dalam menertibkan siswa, dan siswa sebaiknya belajar untuk tidak melakukan hal fatal atau mengulanginya secara terus menerus.

Guru Mencitai Kalian, Sadarilah Itu.

Mencintai bukan berarti membiarkan kalian melakukan hal tidak benar. Mencintai bukan berarti guru akan membiarkan kalian terus menerus tidak tau.

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Alarm Sedang Berbunyi Keras, Namun Tak Dihiraukan

Lagi-lagi penyakit sosial sedang menjalar bahkan sudah tak terkendalikan hingga saat ini, hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga terhadap siswa (i) SMA/SMK, tidak hanya oleh laki-laki, namun juga para wanita, parahnya juga dilakukan oleh ibu rumah tangga.

Secara emosional, kebiasaan yang dilakukan orang dewasa, seharusnya hanya diperlihatkan atau mungkin dicontohkan terhadap sesama orang dewasa, namun kini semua telah berubah. Norma-norma dalam masyarakat semakin tergeser dengan tidak memperdulikan sikap dan tindakan yang layak dipertontonkan secara sembrono.

Apakah para Dels tidak menyadari bahwa tak sedikit masyarakat, bahkan anggota keluarga sedang berada dalam ambang kehancuran karena permainan judi online?,

Bagi anda hai pemain. Apakah anda sudah tidak perduli lagi bahwa game online sudah mengarah ke perjudian dan dan secara rak langsung anda telah memberikan contoh yang buruk kepada para anak muda?

Sebelumnya, waktu luang siswa digunakan dengan cara bersosialisasi secara langsung atau berselancar di dunia maya, namun kini telah tergantikan dengan permainan judi online?, tak semua siswa, tetapi jika tak terkontrol, bisa saja ini akan semakin marak terjadi di kalangan anak sekolah.

Tak sadarkah ada  akan efek dari kebiasaan ini?.

Tak perlu saya menuliskan atau menjabarkan tentang nama permainan judi online tersebut, karena iklannya fenomenal.

Hampir di setiap akun media sosial dan aplikasi, permainan tersebut muncul dengan tampilan yang begitu menarik, disertai iming-iming yang mengiurkan bagi siapapun yang melihatnya.

Siswa yang belum memiliki pemahaman baik tentang efek bermain judi tentu akan mengunduh aplikasi tersebut dan memainkannya, khusunya bagi mereka yang suka permainan game atau bahkan bagi mereka yang merasa jago bermain game online bisa saja akan tergoda, tanpa mengetahui kegagalan yang sedang mengintai.

Ditambah lagi, permainan tersebut sangat mudah di mainkan dengan bujukan kemenangan di awal permainan dengan jumlah uang yang fantastis, namun tanpa disadari kerugian yang tak terduga  sedang menanti di depan mata.

Para Orangtua/wali siswa (i) mungkin tidak begitu peka dengan kebiasaan anak yang sering bermain game, dengan alasan jika anak bermain game mereka akan aman, karena mereka hanya berada di dalam rumah atau hanya  berada di sekitar kompleks rumah saja.

Atau mungkin hampir tak ada masyarakat yang menyadari bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja  yang sudah berumur 11/12 – 18 tahun   ke atas adalah mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi “diri sendiri”. (Menurut Havighurst (Hurlock, 1990).

Maksudnya adalah anak sekolah dalam hal ini siswa SMA/SMK sudah memiliki emosional untuk memutuskan melakukan sesuatu dengan keberanian. Hal seperti ini  perlu diwaspadai, karena bisa saja mereka belum memahami akan dampak dari kebiasaan yang mereka telah lakukan.

Jangan katakan anda juga pemain, dan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengikuti kebiasaan anda bermain judi online, atau berbagi trik bermain judi kepada mereka anak muda.

Atau, adakah diantara anda yang masih diberikan kesempatan untuk berada di atas angin, karena diberikan kesempatan menang dengan keuntungan mengiurkan? ataukah anda belum dilempar jatuh keras dengan kekalahan?,

Apakah pemilik situs judi merelakan pengikutnya menang dari pada dirinya?

Sudah berapa orang di sekitar anda yang gagal dalam hidupnya, karena permainan judi, dan bagaimana tingkah-laku,sikap anak remaja di sekitar anda yang juga ikut berjudi?,

Atau, apakah anda doyan memperkaya orang kaya yang anda tak tau atau tak kenal, seperti pemilik situs judi?.

Efek Jika Permainan Game Judi Online Terus Dibiarkan Tumbuh Subur Bagi Suatu Daerah.

Penganguran Semakin Meningkat

Judi adalah permainan yang  mempertaruhkan sejumlah uang atau barang berharga demi meraih kemenangan dari sebuah permainan, atau bisa dikatakan judi adalah suatu keberanian dari rasa percaya diri, seperti beradu nasib, jika menang, akan mendapat uang/barang taruhan dari lawan, dan sebaliknya.

Jika mayoritas masyarakat atau dalam hal ini siswa sudah membiasakan diri bermain judi, maka dipastikan siswa tersebut sukar untuk memikirkan hal menantang selain  sesuatu yang berhubungan dengan judi.

Penjudi hanya berfikir bagaimana mengalahkan lawan dari permainan tersebut sambil berusaha mendapatkan uang dengan cara instant.

Jika dibiarkan, lama-kelamaan penjudi hanya menghabiskan waktu, tenaga dan fikiran di sekitar judi saja tanpa memikirkan hal lain, seperti berfikir keras untuk mencari solusi, mempelajari hal baru, mengerjakan tugas dan melakukan tanggung jawab. Atau mereka hanya memiliki satu dunia, yaitu perjudian.

Bayangkan jika uang yang ada digunakan hanya untuk bermain judi dan tidak memikirkan hal penting yang lainnya, seperti makanan yang dikonsumsi, dan lain-lain.

Kira-kira pekerjaan apa yang bisa bertahan bagi  para penjudi?, siapa yang mau bersosialisasi kepada penjudi dan berapa lama orang rela berkawan atau bekerja sama dengan seorang penjudi?, tentu bagi yang selevel dengannya saja, bukan?. 

Adakah orang sukses rela mempekerjakan atau memberikan kepercayaan bagi seorang penjudi?, jika ada, berapa lama?.

Penyakit Masyarakat

Pencurian, penipuan, perampokan, perkelahian, perselingkuhan adalah sebagian kecil penyakit dalam masyarakat yang sering kita jumpai.

Terkadang, ada saja masyarakat merasa tidak bisa membeli makanan, membayar uang sekolah anak, membayar listrik karena faktor ekonomi, tetapi juga karena  sudah memiliki keinginan besar untuk terus berjudi.

Mengapa demikian, karena dengan berjudi penjudi akan yakin akan  menang lagi, walau mereka sudah menyadari telah kalah banyak, atau hanya mampu mengantungkan hidupnya dari bermain judi.

Hal ini terjadi karena kemampuan dan keterampilan mereka hanya bisa bermain judi, mereka kurang mampu melakukan apapun untuk mendapatkan uang, sehingga jika menghadapi jalan buntu,  mereka akan mencari pinjaman tanpa memikirkan atau mempertimbangkan  penghasilan yang didapatkan setiap bulan.

Jumlah Kemiskinan Terus Bertambah

Masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, kemampuan untuk berfikir kritis, berkomunikasi, atau bahasa sederhananya tidak bisa putar otak untuk cari uang atau mengembangkan uang yang dimiliki pasti akan hidup dibawah rata-rata.

Gali lubang tutup lubang, tepatnya demikian yang akan dialami oleh penjudi.

Menjadi Stress Dan Bunuh Diri

Penjudi yang sudah merasa ketagihan dengan kebiasaan tersebut akan selalu melakukan berbagai cara untuk terus berjudi.

Mungkin anda pernah melihat berita di TV swasta dan di beberapa media sosial tentang mantan penjudi yang menjadi stress karena dikejar tagihan pinjol (Pinjaman Online). Mengapa mereka meminjam online, karena mereka ingin memuaskan nafsu judi, tanpa memikirkan dan mempertimbangkan resikonya.

Melihat ini, apakah semua pihak harus diam saja?,

Apakah dengan adanya tanda-tanda besar ini keperdulian akan generasi muda dan keadaan masyarakat kedepan diabaikan?,

Tak adakah gebrakan yang akan dilakukan oleh pihak sekolah dan Orangtua/wali siswa kedepannya?,

Atau lakukan pembiaran saja?.

Big No!!!

Baca Juga :

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Alasan Kurikulum Selalu Berubah.

Sumber Gambar : Pixabay.com

Apa kabar?, Saya harap anda tetap sehat dan bergembira senantiasa.

Sebelum masuk ke point penting, saya hendak bertanya

Apakah yang selalu ditunggu-tunggu saat terjadi pergantian pejabat/pemerintah  baru?.

Betul, program kerja, dan pastinya jika bidang pendidikan akan berhubungan  dengan kurikulum. 

Kurikulum adalah sesuatu hangat untuk dibahas di dunia Pendidikan, mengapa demikian karena keberadaannya sangat dibutuhkan bagi guru untuk menerapkan cara mengajar.

Bisa dibayangkan jika kurikulum tidak ada, dipastikan hasil pendidikan dalam hal ini generasi muda akan berbeda -beda di tiap daerah dengan hasil kwalitas dibawah rata-rata dan yang paling menonjol adalah tingkat kemiskinan akan semakin meningkat, karena kemampuan siswa dalam berkomunikasi, menyelesaikan masalah, mencari peluang, menciptakan ide yang kreatif dan inovatif sangat minim.

 

Alasan Kurikulum Selalu Berubah

Pertanyaan mengapa kurikulum selalu berubah sering terdengar, tidak hanya dari tenaga pendidik, namun juga dari para Orangtua siswa.

Bahkan anggapan bahwa ini hanya program pemerintah untuk memberikan pekerjaan tambahan kepada Guru  sering digunjingkan.

Juga, isu tersebut supaya Guru memiliki program kerja dan Guru diwajibkan selalu membuat perangkat ajar setiap semester.

Apakah anda pernah berfikir demikian?

Kita mulai tentang defenisi kurikulum.

Menurut Agus Suhartono Putra Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan yang tujuannya untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman guna mencapai hasil yang maksimal.

Menuru Murray Print Kurikulum adalah sebuah ruang pembelajaran yang terencana, yang diberikan secara langsung kepada siswa oleh sebuah lembaga pendidikan dan pengalaman yang dapat dinikmati oleh semua siswa pada saat kurikulum diterapkan.

Dari dua defenisi tentang kurikulum di atas dapat di simpulkan bahwa kurikulum adalah pedoman penyelenggara ruang pendidikan yang terencana, bermanfaat untuk keberhasilan pendidikan yang ditentukan sebagai penyesuaian dengan perkembangan zaman.

Dari kesimpulan di atas, saya menarik 3 tema, yaitu :

Menyesuaikan Perkembangan Zaman.

Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sesuai dengan zamannya dan terus diperbaharui atau diadaptasi sesuai dengan karakteristik siswa dan konteks zaman.

Maksudnya adalah kurikulum harus sesuai dengan keinginan dan kondisi generasi muda. 

Sebagai contoh, saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang, semakin masif dan tak terkendalikan.

Nah, dari hal ini kita bisa melihat bahwa Guru harus mampu mengajar menggunakan teknologi, seperti laptop, smartphone dan lain-lain.

Guru dituntut kreatif dan inovatif menggunakannya, karena tak sedikit siswa dapat belajar secara mandiri dengan berselancar di dunia maya.

Cara mengajar zaman dulu, seperti siswa datang, duduk, diam dan pulang sangat tidak efisien lagi atau sangat bertolak belakang dengan kondisi siswa saat ini.

Mari kita bayangkan : mayoritas siswa selalu menggunakan berbagai aplikasi untuk memperlajari hal baru secara otodidak, baik game, tugas rumah, tutorial tentang sesuatu yang mereka ingin ketahui seperti cara mengoperasikan sesuatu, cara membuat sesuatu, dan cara memperbaiki sesuatu dan lain-lain.

Di sisi lain, cara mengajar Guru hanya menyuruh siswa mencatat materi lalu menjawab soal yang ada, atau mendikte materi hingga jam pelajaran selesai, meminta siswa mencari defenisi dari teks tanpa meminta siswa berfikir kritis, seperti mengevaluasi, membuat atau mencipta, bekerja dalam bentuk kelompok dan lain-lain.

Sesuai Kebutuhan Belajar Siswa

Dengan informasi yang sering mereka jumpai di berbagai media masa baik secara online dan offline mendorong mereka untuk mengetahui hal yang lebih dari yang mereka telah baca dan lihat.

Contoh, siswa sekarang sering bermain game, utak atik laptop dan komputer sehingga mereka mempelajari hal baru secara otodidak, lalu di sekolah, Guru masih mengajar dengan cara mendikte, menulis materi dari awal hingga pelajaran selesai atau menerjemahkan kata saja tanpa menugaskan siswa untuk membuat kalimat dalam bentuk paragraf atau menceritakan ulang secara lisan tentang sesuatu yang mereka telah dengarkan dan tulis?

Percaya, jika cara ini masih digunakan maka siswa akan jenuh, malas masuk kelas untuk belajar atau parahnya siswa bisa saja memprotes Guru.

Tak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang tak sedikit siswa malas belajar, melawan Guru, tidak disiplin, terjerumus pergaulan bebas, sehingga tak jarang  Guru mengalami kesulitan dalam mendidik, tetapi peran Guru untuk memperbaiki kwalitas dalam mengajar harus terus di-upgrade, karena masih banyak siswa yang memiliki motivasi untuk belajar dan mayoritas siswa yang bermasalah rata-rata berubah pada saat mereka sudah lulus sekolah, karena mereka telah melihat dan mengalami tujuan hidup yang sesungguhnya.

Atau dengan kata lain, cara mengajar Guru, pesan Guru, ilmu yang telah diberikan mereka akan ingat dan lakukan pada saat mereka menemukan jalan buntu dalam hidup mereka, walau pada saat bersekolah mereka kerab melakukan hal yang membuat hari Guru bersedih.

Agar Siswa Memiliki Bekal Yang Maksimal.

Dengan perubahan kurikulum, siswa akan memiliki banyak referensi, informasi yang telah mereka dapatkan dari Guru, sehingga pada saat mereka terjun di dunia kerja mereka tidak akan kaku menghadapi perkembangan atau keadaan.

Mengapa? karena mereka sudah familiar dengan pekerjaan atau keadaan yang telah mereka dapatkan dari Guru.

Sekarang, bayangkanlah jika kurikulum tak pernah berubah, atau bagaimana jika Guru di Indonesia terus menggunakan kurikulum lama sementara generasi di negara lain berlomba-lomba menciptakan sesuatu , berfikir kritis dan berupaya mencari tau solusi agar bisa mengolah sesuatu yang mereka miliki agar terus menghasilkan uang?

Teknologi terus berkembang dan apakah kita bisa melihat negara dan generasi muda hanya menjadi penonton dan peminta tanpa tau cara bekerja, berkomunikasi, menyelesaikan masalah, menciptakan sesuatu dan lain-lain?.

Baca Juga : 

Pembelajaran abad 21 tidak hanya berpatokan pada alat mengajar

Pendidikan berperan aktif di masa kini dan seterusnya 

Kategori
Guru

Sekian Lama Yang Dinantikan, Kini Terwujud Juga.

 

Salam sejahtera untuk kita semua.

Lama kita tak saling berkabar. Apa kabar?, saya berharap anda tetap prima dan selalu semangat. Amin.

Kali ini, saya akan bercerita tentang kegiatan Belajar Menulis Nusantara (KBMN)  yang saya ikuti secara online, kegiatan yang pernah saya ikuti, namun terputus karena berbagai kesibukan yang tak bisa ditawar-tawar dan kini hadir lagi, membuat hati saya sangat bersukacita.

Hari ini, tepatnya 08 Januari 2023, Om Jay dan kawan-kawan resmi membuka “Opening Ceremony KBMN – 28”. 

Kegiatan yang diadakan secara online melalui  aplikasi Zoom dan YouTube telah diikuti oleh berbagai Guru mata pelajaran dari jenjang pendidikan yang berbeda.

Kegiatan yang sangat bermanfaat ini  tidak hanya dapat membantu Guru untuk bisa mendapatkan angka kredit karena  mendapatkan sertifikat, akan  tetapi KBMN bisa digunakan untuk menciptakan karya yang dapat melebeli Guru itu sendiri.

Karya yang tak akan pernah lekang oleh waktu, karena sampai kapanpun, karya tersebut akan tetap eksis.

Kegiatan yang digawangi oleh Bapak Dr. Wijaya Kusuma, S.Pd, M.Pd atau biasa dipanggil Om Jay adalah kegiatan yang sangat memberikan pengaruh baik bagi dunia pendidikan, karena secara tidak langsung KBMN akan meningkatkan kwalitas Guru.

Om Jay sendiri adalah seorang Guru, Motivator, Trainer, Pembicara,  Narasumber yang tak pernah berhenti membagikan ilmunya.

Beliau dan timnya mengajak Guru-Guru se-nusantara untuk menulis atau menciptakan karya melalui kata hingga menjadi tulisan yang bermanfaat.

Kedepannya, mereka mengharapkan agar Guru tidak hanya menulis di blog pribadi saja atau tidak hanya menulis resume sebanyak 30 saja, namun Guru-guru diharapkan dapat menulis buku solo, seperti yang beliau telah ajarkan kepada angkatan sebelumnya.

Saya dan Guru lainnya berharap dapat merealisasikan cita-cita beliau, agar Guru di Indonesia menjadi Guru yang memiliki karya dalam bentuk tulisan, sehingga literasi semakin tumbuh dan berkembang di lingkungan sekolah.

Kepada Bpk/Ibu Guru lainnya, yuk bergabung, Ayo kita sama-sama menghasilkan karya nyata di tahun ini.

Salam Literasi.

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Sistem Rangking Racun Dunia Pendidikan Dan Sekolah Bukan Tempat Berkompetisi?

Sumber Gambar : Pixabay.com

Sudah hampir sebulan, siswa (i)  dan Orangtua / Wali telah menerima dan melihat nilai akhir semester. Mungkin ada yang merasa puas akan pencapaian nilai selama satu semester atau mungkin ada yang merasa sebaliknya, karena nilai mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan ekspektasi. Tetapi hal yang selalu ditunggu – tunggu oleh Orangtua/Wali siswa (i) adalah moment penerimaan raport siswa.

Moment dimana mereka melihat sejauh mana hasil usaha mereka dalam mendidik anak selama satu semester dan perubahan nilai apa yang anak mereka peroleh.

Pandangan Tentang Hasil Nilai Raport Siswa.

Nilai Raport adalah kumpulan nilai  mata pelajaran yang diampuh oleh siswa selama satu semester, dimana semua mata pelajaran yang dipelajari diujikan kembali, lalu hasil nilainya dituangkan di dalam satu buku yang disebut raport.

Raport ditulis atau diketik oleh wali kelas berdasarkan hasil rapat akhir semester dan telah disahkan oleh pimpinan sekolah dan para dewan Guru.

Tak sedikit para Orangtua siswa membanggakan nilai pencapaian anak mereka, dan tak jarang hasil tersebut diposting atau dishare kepada orang lain, atau dengan kata lain, hasil belajar siswa sudah menjadi prestige bagi Orangtua, sehingga dengan berbagai cara, anak mereka dituntut untuk selalu mendapat rangking atas.

Hal ini tidaklah salah. Jika dilihat dari segi emotional Orangtua yang ingin anak mereka menjadi lulusan yang kompetatif tentu sikap ini patut diacungkan jempol, namun jika nilai anak  hanya dijadikan sebagai pajangan dimana Orangtua ingin mendapatkan pengakuan dari masyarakat tentang pencapaian nilai, tentu  ini sangat keliru.

Baca Juga : 

Juara Tidak Menjamin Kesuksesan di Masa Mendatang

Fungsi Nilai Rapot.

Sama halnya dengan nilai yang diperoleh setelah melalui beberapa test atau ujian seperti ujian harian, mid-semester (UTS), Ujian Semester, Ujian Sekolah (UAS) dan Ujian Kejuruan bagi sekolah kejuruan.

Untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa menyerap materi yang telah diajarkan oleh Guru, maka nilai dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan, baik bagi siswa maupun Guru itu sendiri.

Jika mayoritas siswa mendapatkan nilai kurang atau dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), berarti ada yang salah dengan metode atau teknik mengajar Guru, kecuali  siswa (i) tidak mengikuti pelajaran dengan baik, karena berbagai macam alasan pribadi.

Dari hasil raport, maka akan dilakukan perubahan pada semester berikutnya, tergantung dari kekurangan apa yang membuat nilai siswa rendah, yang jelas nilai adalah tolak ukur penentu keberhasilan siswa dan Guru untuk menentukan langkah berikutnya.

Rangking Hanyalah Faktor Keberuntungan.

Seperti yang telah dibahas di atas bahwa tak sedikit para Orangtua pernah show up tentang hasil belajar anak mereka, namun yang kurang disadari bahwa hasil belajar anak saat ini bukan penentu utama keberhasilan anak.

Yah, memang dengan terlatihnya anak giat belajar sejak dini, besar kemungkinan anak akan memiliki bekal di masa mendatang, namun tak berhenti di situ saja, karena banyak faktor yang mendukung, termasuk ketekunan anak, bukan hanya kebanggaan pencapaian anak saat ini.

Sebenarnya, banyak anak yang sebenarnya mampu mendapatkan rangking, namun karena berbagai kendala membuat banyak anak mendapatkan nilai rendah, seperti karena faktor ekonomi yang membuat siswa terkadang tidak memiliki ongkos pergi sekolah dan membeli perlengkapan sekolah, faktor masalah keluarga yang membuat siswa tidak fokus belajar, dan berbagai faktor lainnya. Yang jelas, bukan karena bodoh, tetapi karena hanya kurang beruntung saja.

Apakah Perlu Berkompetisi Di Sekolah?

Sekolah adalah tempat menyiapkan mental siswa (i) untuk  siap berkompetisi di dunia nyata, baik dari segimental, maupun dari segi ilmu pengetahuan dan keterampilan. 

Apa jadinya jika Guru tidak menonjolkan jiwa berkompetisi kepada anak didik? lalu bagaimana mereka menghadapi dunia nyata yang penuh dengan persaingan seperti saat ini?.

Kita sering mendengar

siapa yang lambat dia di belakang, siapa yang kreatif dan inovatif, dia bertahan

Dari kalimat di atas, sangat jelas jika untuk bisa menjadi pribadi yang maju, siapa saja harus memiliki jiwa kompetitif. Dunia penuh persaingan dan tantangan, jadi jika tidak memperkenalkan hal demikian kepada siswa (i) lalu bagaimana mereka bisa bersaing suatu saat nanti? Mereka harus saling berkompetisi mendapatkan nilai yang minimal tidak di bawah KKM.

Orangtua / Wali Siswa (i) Perlu Menyadari.

Tak perlu kwatir dengan bagaimana cara pihak sekolah memprilakukan anak tentang berbagai hal termasuk kedisiplinan, ketekunan, kesiapan mental dan lain-lain.

Yang perlu dihindari adalah tentang pemikiran dulu bahwa nilai raport adalah kebanggaan yang perlu diumbar untuk mendapatkan pengakuan orang.

Zaman sekarang, yang dilihat adalah hasil, dimana setiap orang dituntut untuk bekerja, dan berhasil tanpa dipamer, karena proses untuk menghasilkan seorang yang sukses di masa mendatang jauh lebih sulit dibanding dengan nilai raport saat ini.

Berhentilah memandang sebelah mata akan pencapaian nilai rendah terhadap anak lain, karena nasib seseorang tidak ada yang tau.

Bukankah disekitar kita banyak orang yang berhasil (ekonomi) walau dahulu tidak mendapatkan rangking?.