Kategori
Guru Orangtua Siswa

Diservice Oleh Seorang Alumni

Sumber Gambar :pixabay.com

Bagaimana rasanya jika kebutuhan anda dilayani oleh seseorang yang pernah anda ajar?,

Apa yang pertama anda fikirkan saat anda mengetahui bahwa salah seorang murid anda piawai mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan bidangnya?,

Dan satu lagi, Bagaimana ekspresi anda saat melihat anak tersebut merasa malu melihat anda saat dia sedang bekerja?.

Ini adalah situasi yang saya alami hari ini. Tadi siang setelah melakukan pembelajaran online, saya pergi ke salah satu dealer untuk service motor.

Di sana, saya bertemu dengan seorang petugas yang menanyakan surat untuk service, setelah diperiksa, dia memanggil salah seorang pegawai yang menurut saya, nama tersebut tidak asing.

Saat itu, saya belum terlalu ngeh, karena  kesamaan nama seseorang bukan hal langka.

Setelah itu saya diminta untuk menunggu di ruang sebelah yang dimana, ruangan tersebut tembus pandang, karena dindingnya terbuat dari kaca.

Setelah sekitar 15 menitan saya duduk, saya berdiri untuk melihat cara mekanik mengecek motor saya.

Saat saya melihat ke luar, si mekanik menunduk sambil mengganti oli dan mengecek motor saya.

Sesekali, saya melihat ke mekanik yang lain yang juga sangat telaten mengerjakan bagian mereka dengan sangat serius.

Di dalam hati saya berkata “koq mereka bekerja ngk pake canda tawa, yah?” lalu saya tersadar bahwa pekerjaan seorang mekanik tidak bisa abal-abal, karena salah sedikit, asap knalpot motor bisa masuk ke dalam mulut, belum lagi oli yang mereka pegang bisa saja tumpah.

Lalu saya memperhatikan mereka bekerja sesuai Standard Operational Procedure (SOP). Pokoknya, mereka keren. Saya salut dengan mereka.

Perhatian saya kembali tertuju kepada si mekanik yang meng-handle motor saya. Saya perhatikan cara dia bekerja patut diacungi jempol.

Saya adalah seorang guru adaptif di salah satu sekolah kejuruan. Saya beberapa kali melihat siswa belajar tentang mata pelajaran kejuruan dan menghubungkan pelajaran produktif ke dalam mata pelajaran yang saya ajarkan  (bahasa Inggris), jadi kurang lebih, saya sudah mengetahui sedikit SOP dalam bekerja, khusunya tentang mata pelajaran otomotive kendaraan ringan.

Setelah selesai, anak yang menangani motor saya, terus saja menunduk malu, hal ini tentu membuat saya penasaran, sehingga saya terus berdiri untuk memperhatikannya.

Sekitar hampir 10 menit, barulah saya sadar bahwa si mekanik itu adalah siswa yang pernah saya ajar.

Katakan saja namanya ‘Panuel’. Mungkin dia sadar jika saya penasaran ingin melihat dia dengan jelas, lalu saat dia selesai melap motor saya, dia berdiri sambil membuka masker dan tersenyum malu kepada saya.

‘Astaga’ saya berkata dengan menutup mulut saya dengan kedua tangan sambil melihatnya dengan mata besar. Yah, saya terkejut.

Dia menyapa ‘siang mam’, ‘astaga Panuel, ternyata itu kamu, dari tadi mam su rasa kalau mam kenal kamu’, saya berkata sambil merasa gembira.

‘Saya su tiga bulan kerja di sini mam’ dia berkata. ‘Lalu usaha dagang kamu bagaimana?’ Saya bertanya. ‘Ada mam, sa tete (nenek) yang bantu jaga’. ‘Begitu boleh, kerja apapun, berwirausaha tetap dilakukan, yah‘. ‘iya, mam’, dia merespon.

Sebenarnya kami masih ingin bercerita, namun, karena masih ada pelanggan yang sedang antri, akhirnya kami menyudahi percakapan kami, namun tak lupa saya mengatakan ‘tetap semangat,yah’.

Saat saya pulang, saya merasa motor yang sebelum diperbaiki sudah menjadi bagus.

Yang membuat saya senang adalah, motor saya diperbaiki oleh alumni dan hasilnya bagus, namun yang membuat saya sedikit kurang enak hati adalah, saya heran mengapa dia agak merasa malu kepada saya?.

Tapi tak apa, mungkin dia merasa malu saja, karena saya pernah memarahi dan mencubitnya dengan alasan bolos sekolah dan tidak masuk di kelas saya untuk belajar.

Yah, yang jelas, melihat alumni sudah mendapatkan pekerjaan tetap dan tidak gengsi berwirausaha membuat saya sudah merasa bangga.

Semoga dengan bekerja saat ini membuatnya bisa mendapatkan ilmu lebih, agar suatu saat dia bisa mendapatkan sesuatu yang lebih dari pekerjaan sekarang, berdasarkan pengalaman kerja saat ini.

Dalam hati saya berkata ‘Tuhan Sayang kamu’.

Kategori
Orangtua Siswa

Niat Baik Wali Kelas, Malah Dikecewakan!

Sumber Gambar: pixabay.com

Hari ini, seorang teman saya bercerita bahwa dia baru saja menghubungi salah seorang anak walinya yang tidak masuk sekolah, dengan alasan tidak jelas.

Karena dia tidak mendapat jawaban yang memuaskan, dia memutuskan untuk menghubungi orangtua anak walinya yang tinggal di luar Jayapura.

Dengan nada yang lembut dia menyampaikan bahwa anak tersebut sudah 3 hari tidak masuk kelas untuk ikut belajar dengan teman-temannya.

Dia lebih memilih mangkal di luar sekolah, bahkan tak jarang sayapun sering melihatnya nongkrong di depan teh poci dekat sekolah.

Mendengar hal tersebut, orangtuanya menaggapi santai dan bertanya “ibu tidak pergi panggil dia masuk kelas, kah?”, kawan saya merespon “sudah bapa, tapi hari ini dia tetap tidak masuk kelas”, “bapa kita kerja sama sudah supaya anak dia masuk kelas belajar dengan teman-tamnnya”, dia berkata.

“Aduh ibu, saya sibuk, ibu urus dulu sudah, kalau dia tidak mau dengar bilang saya lagi” orangtua wali respon.

Mendengar hal tersebut, saya menjadi teringat akan respon orangtua/wali siswa yang pernah menanggapi saya seperti demikian.

Belum lagi jika diberikan surat undangan untuk memenuhi panggilan wali kelas, Orangtua/wali siswa terkadang tidak hadir dan parahnya tidak merespon panggilan via telfon.

Sikap orangtua/wali yang demikian sangat tidak proaktif dalam mengusahakan perubahan sikap anak yang sudah tidak normal lagi di sekolah.

Menjadi wali kelas memang tidak mudah, selain mengajar, mendidik siswa, juga bertanggung jawab dengan anak wali di sekolah.

Tidak semua anak wali mampu menaati aturan sekolah dengan baik, hal ini terjadi karena mereka memiliki karakteristik yang berbeda-beda, jadi jika anak wali bermasalah pada saat jam sekolah, maka orang yang pertama dicari adalah wali kelas.

Wali kelas memiliki tugas double dari guru mata pelajaran lainnya, namun tentu banyak sisi baiknya. Wali kelas bisa menjadi teman baik bagi anak walinya, juga sekaligus bisa menjadi mood booster di sekolah, namun jika ada di antara mereka bermasalah, maka wali kelas adalah orang pertama yang ditanya.

Wali kelas tentu selalu bertanggung jawab akan tugasnya, namun sebagai orangtua wali di sekolah, kami tetap mengharapkan dan membutuhkan dukungan dari semua pihak, terutama orangtua/wali siswa.

Keduanya sebaiknya bekerja sama untuk menangani anak yang bermasalah, jika salah satu pihak hanya mengharapkan bisa menangani anak sendiri, maka masalah yang terjadi pada anak akan semakin parah.

Masalah siswa biasanya, tidak masuk kelas untuk belajar, kalaupun masuk kelas, biasanya ada siswa yang tidak tepat waktu, tidak mengerjakan PR, berkelahi, sakit, dibully temannya, minder, kurang self confidence, dan lain-lain.

Ada banyak alasan mengapa siswa mengalami hal demikian, itulah mengapa peranan wali kelas yang juga dibantu oleh guru BK sangat berpengaruh untuk membantu proses pengenalan diri siswa.

Orangtua/wali bisa berkoordinasi dengan wali kelas dalam mendukung usaha mereka  mengatasi masalah yang dialami oleh anak mereka, tapi hal yang tidak bisa diabaikan adalah adanya keterbukaan, namun jika hanya mengharapkan salah satu pihak, maka bukan hal baik yang akan terjadi malah keadaan anak akan semakin parah.

Pekerjaan tambahan yang diperoleh guru sebagai wali kelas memang hampir sama dengan orangtua/wali siswa, hanya bedanya lokasi, wali kelas bisa dikatakan kepala rumah tangga, namun di sekolah.

Dari hal demikian orangtua/wali siswa bisa faham bahwa tugas wali kelas tidaklah mudah. Support yang besar sangat dibutuhkan untuk menangani siswa yang bermasalah.

Beruntunglah bagi orangtua/wali siswa yang tak pernah dihubungi oleh seorang wali kelas, itu tandanya keadaan anak anda di sekolah aman, kalaupun tidak aman, mungkin prilaku anak tersebut masih sangat bisa ditangani oleh wali kelas.

Bekerja samalah dengan wali kelas untuk menghasilkan anak yang gemilang.

Baca Juga :

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Alarm Sedang Berbunyi Keras, Namun Tak Dihiraukan

Lagi-lagi penyakit sosial sedang menjalar bahkan sudah tak terkendalikan hingga saat ini, hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun juga terhadap siswa (i) SMA/SMK, tidak hanya oleh laki-laki, namun juga para wanita, parahnya juga dilakukan oleh ibu rumah tangga.

Secara emosional, kebiasaan yang dilakukan orang dewasa, seharusnya hanya diperlihatkan atau mungkin dicontohkan terhadap sesama orang dewasa, namun kini semua telah berubah. Norma-norma dalam masyarakat semakin tergeser dengan tidak memperdulikan sikap dan tindakan yang layak dipertontonkan secara sembrono.

Apakah para Dels tidak menyadari bahwa tak sedikit masyarakat, bahkan anggota keluarga sedang berada dalam ambang kehancuran karena permainan judi online?,

Bagi anda hai pemain. Apakah anda sudah tidak perduli lagi bahwa game online sudah mengarah ke perjudian dan dan secara rak langsung anda telah memberikan contoh yang buruk kepada para anak muda?

Sebelumnya, waktu luang siswa digunakan dengan cara bersosialisasi secara langsung atau berselancar di dunia maya, namun kini telah tergantikan dengan permainan judi online?, tak semua siswa, tetapi jika tak terkontrol, bisa saja ini akan semakin marak terjadi di kalangan anak sekolah.

Tak sadarkah ada  akan efek dari kebiasaan ini?.

Tak perlu saya menuliskan atau menjabarkan tentang nama permainan judi online tersebut, karena iklannya fenomenal.

Hampir di setiap akun media sosial dan aplikasi, permainan tersebut muncul dengan tampilan yang begitu menarik, disertai iming-iming yang mengiurkan bagi siapapun yang melihatnya.

Siswa yang belum memiliki pemahaman baik tentang efek bermain judi tentu akan mengunduh aplikasi tersebut dan memainkannya, khusunya bagi mereka yang suka permainan game atau bahkan bagi mereka yang merasa jago bermain game online bisa saja akan tergoda, tanpa mengetahui kegagalan yang sedang mengintai.

Ditambah lagi, permainan tersebut sangat mudah di mainkan dengan bujukan kemenangan di awal permainan dengan jumlah uang yang fantastis, namun tanpa disadari kerugian yang tak terduga  sedang menanti di depan mata.

Para Orangtua/wali siswa (i) mungkin tidak begitu peka dengan kebiasaan anak yang sering bermain game, dengan alasan jika anak bermain game mereka akan aman, karena mereka hanya berada di dalam rumah atau hanya  berada di sekitar kompleks rumah saja.

Atau mungkin hampir tak ada masyarakat yang menyadari bahwa salah satu tugas perkembangan masa remaja  yang sudah berumur 11/12 – 18 tahun   ke atas adalah mencapai kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi “diri sendiri”. (Menurut Havighurst (Hurlock, 1990).

Maksudnya adalah anak sekolah dalam hal ini siswa SMA/SMK sudah memiliki emosional untuk memutuskan melakukan sesuatu dengan keberanian. Hal seperti ini  perlu diwaspadai, karena bisa saja mereka belum memahami akan dampak dari kebiasaan yang mereka telah lakukan.

Jangan katakan anda juga pemain, dan memberikan kebebasan kepada anak untuk mengikuti kebiasaan anda bermain judi online, atau berbagi trik bermain judi kepada mereka anak muda.

Atau, adakah diantara anda yang masih diberikan kesempatan untuk berada di atas angin, karena diberikan kesempatan menang dengan keuntungan mengiurkan? ataukah anda belum dilempar jatuh keras dengan kekalahan?,

Apakah pemilik situs judi merelakan pengikutnya menang dari pada dirinya?

Sudah berapa orang di sekitar anda yang gagal dalam hidupnya, karena permainan judi, dan bagaimana tingkah-laku,sikap anak remaja di sekitar anda yang juga ikut berjudi?,

Atau, apakah anda doyan memperkaya orang kaya yang anda tak tau atau tak kenal, seperti pemilik situs judi?.

Efek Jika Permainan Game Judi Online Terus Dibiarkan Tumbuh Subur Bagi Suatu Daerah.

Penganguran Semakin Meningkat

Judi adalah permainan yang  mempertaruhkan sejumlah uang atau barang berharga demi meraih kemenangan dari sebuah permainan, atau bisa dikatakan judi adalah suatu keberanian dari rasa percaya diri, seperti beradu nasib, jika menang, akan mendapat uang/barang taruhan dari lawan, dan sebaliknya.

Jika mayoritas masyarakat atau dalam hal ini siswa sudah membiasakan diri bermain judi, maka dipastikan siswa tersebut sukar untuk memikirkan hal menantang selain  sesuatu yang berhubungan dengan judi.

Penjudi hanya berfikir bagaimana mengalahkan lawan dari permainan tersebut sambil berusaha mendapatkan uang dengan cara instant.

Jika dibiarkan, lama-kelamaan penjudi hanya menghabiskan waktu, tenaga dan fikiran di sekitar judi saja tanpa memikirkan hal lain, seperti berfikir keras untuk mencari solusi, mempelajari hal baru, mengerjakan tugas dan melakukan tanggung jawab. Atau mereka hanya memiliki satu dunia, yaitu perjudian.

Bayangkan jika uang yang ada digunakan hanya untuk bermain judi dan tidak memikirkan hal penting yang lainnya, seperti makanan yang dikonsumsi, dan lain-lain.

Kira-kira pekerjaan apa yang bisa bertahan bagi  para penjudi?, siapa yang mau bersosialisasi kepada penjudi dan berapa lama orang rela berkawan atau bekerja sama dengan seorang penjudi?, tentu bagi yang selevel dengannya saja, bukan?. 

Adakah orang sukses rela mempekerjakan atau memberikan kepercayaan bagi seorang penjudi?, jika ada, berapa lama?.

Penyakit Masyarakat

Pencurian, penipuan, perampokan, perkelahian, perselingkuhan adalah sebagian kecil penyakit dalam masyarakat yang sering kita jumpai.

Terkadang, ada saja masyarakat merasa tidak bisa membeli makanan, membayar uang sekolah anak, membayar listrik karena faktor ekonomi, tetapi juga karena  sudah memiliki keinginan besar untuk terus berjudi.

Mengapa demikian, karena dengan berjudi penjudi akan yakin akan  menang lagi, walau mereka sudah menyadari telah kalah banyak, atau hanya mampu mengantungkan hidupnya dari bermain judi.

Hal ini terjadi karena kemampuan dan keterampilan mereka hanya bisa bermain judi, mereka kurang mampu melakukan apapun untuk mendapatkan uang, sehingga jika menghadapi jalan buntu,  mereka akan mencari pinjaman tanpa memikirkan atau mempertimbangkan  penghasilan yang didapatkan setiap bulan.

Jumlah Kemiskinan Terus Bertambah

Masyarakat yang tidak memiliki keterampilan, kemampuan untuk berfikir kritis, berkomunikasi, atau bahasa sederhananya tidak bisa putar otak untuk cari uang atau mengembangkan uang yang dimiliki pasti akan hidup dibawah rata-rata.

Gali lubang tutup lubang, tepatnya demikian yang akan dialami oleh penjudi.

Menjadi Stress Dan Bunuh Diri

Penjudi yang sudah merasa ketagihan dengan kebiasaan tersebut akan selalu melakukan berbagai cara untuk terus berjudi.

Mungkin anda pernah melihat berita di TV swasta dan di beberapa media sosial tentang mantan penjudi yang menjadi stress karena dikejar tagihan pinjol (Pinjaman Online). Mengapa mereka meminjam online, karena mereka ingin memuaskan nafsu judi, tanpa memikirkan dan mempertimbangkan resikonya.

Melihat ini, apakah semua pihak harus diam saja?,

Apakah dengan adanya tanda-tanda besar ini keperdulian akan generasi muda dan keadaan masyarakat kedepan diabaikan?,

Tak adakah gebrakan yang akan dilakukan oleh pihak sekolah dan Orangtua/wali siswa kedepannya?,

Atau lakukan pembiaran saja?.

Big No!!!

Baca Juga :

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Alasan Kurikulum Selalu Berubah.

Sumber Gambar : Pixabay.com

Apa kabar?, Saya harap anda tetap sehat dan bergembira senantiasa.

Sebelum masuk ke point penting, saya hendak bertanya

Apakah yang selalu ditunggu-tunggu saat terjadi pergantian pejabat/pemerintah  baru?.

Betul, program kerja, dan pastinya jika bidang pendidikan akan berhubungan  dengan kurikulum. 

Kurikulum adalah sesuatu hangat untuk dibahas di dunia Pendidikan, mengapa demikian karena keberadaannya sangat dibutuhkan bagi guru untuk menerapkan cara mengajar.

Bisa dibayangkan jika kurikulum tidak ada, dipastikan hasil pendidikan dalam hal ini generasi muda akan berbeda -beda di tiap daerah dengan hasil kwalitas dibawah rata-rata dan yang paling menonjol adalah tingkat kemiskinan akan semakin meningkat, karena kemampuan siswa dalam berkomunikasi, menyelesaikan masalah, mencari peluang, menciptakan ide yang kreatif dan inovatif sangat minim.

 

Alasan Kurikulum Selalu Berubah

Pertanyaan mengapa kurikulum selalu berubah sering terdengar, tidak hanya dari tenaga pendidik, namun juga dari para Orangtua siswa.

Bahkan anggapan bahwa ini hanya program pemerintah untuk memberikan pekerjaan tambahan kepada Guru  sering digunjingkan.

Juga, isu tersebut supaya Guru memiliki program kerja dan Guru diwajibkan selalu membuat perangkat ajar setiap semester.

Apakah anda pernah berfikir demikian?

Kita mulai tentang defenisi kurikulum.

Menurut Agus Suhartono Putra Kurikulum merupakan alat yang sangat penting bagi keberhasilan suatu pendidikan yang tujuannya untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman guna mencapai hasil yang maksimal.

Menuru Murray Print Kurikulum adalah sebuah ruang pembelajaran yang terencana, yang diberikan secara langsung kepada siswa oleh sebuah lembaga pendidikan dan pengalaman yang dapat dinikmati oleh semua siswa pada saat kurikulum diterapkan.

Dari dua defenisi tentang kurikulum di atas dapat di simpulkan bahwa kurikulum adalah pedoman penyelenggara ruang pendidikan yang terencana, bermanfaat untuk keberhasilan pendidikan yang ditentukan sebagai penyesuaian dengan perkembangan zaman.

Dari kesimpulan di atas, saya menarik 3 tema, yaitu :

Menyesuaikan Perkembangan Zaman.

Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang sesuai dengan zamannya dan terus diperbaharui atau diadaptasi sesuai dengan karakteristik siswa dan konteks zaman.

Maksudnya adalah kurikulum harus sesuai dengan keinginan dan kondisi generasi muda. 

Sebagai contoh, saat ini ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang, semakin masif dan tak terkendalikan.

Nah, dari hal ini kita bisa melihat bahwa Guru harus mampu mengajar menggunakan teknologi, seperti laptop, smartphone dan lain-lain.

Guru dituntut kreatif dan inovatif menggunakannya, karena tak sedikit siswa dapat belajar secara mandiri dengan berselancar di dunia maya.

Cara mengajar zaman dulu, seperti siswa datang, duduk, diam dan pulang sangat tidak efisien lagi atau sangat bertolak belakang dengan kondisi siswa saat ini.

Mari kita bayangkan : mayoritas siswa selalu menggunakan berbagai aplikasi untuk memperlajari hal baru secara otodidak, baik game, tugas rumah, tutorial tentang sesuatu yang mereka ingin ketahui seperti cara mengoperasikan sesuatu, cara membuat sesuatu, dan cara memperbaiki sesuatu dan lain-lain.

Di sisi lain, cara mengajar Guru hanya menyuruh siswa mencatat materi lalu menjawab soal yang ada, atau mendikte materi hingga jam pelajaran selesai, meminta siswa mencari defenisi dari teks tanpa meminta siswa berfikir kritis, seperti mengevaluasi, membuat atau mencipta, bekerja dalam bentuk kelompok dan lain-lain.

Sesuai Kebutuhan Belajar Siswa

Dengan informasi yang sering mereka jumpai di berbagai media masa baik secara online dan offline mendorong mereka untuk mengetahui hal yang lebih dari yang mereka telah baca dan lihat.

Contoh, siswa sekarang sering bermain game, utak atik laptop dan komputer sehingga mereka mempelajari hal baru secara otodidak, lalu di sekolah, Guru masih mengajar dengan cara mendikte, menulis materi dari awal hingga pelajaran selesai atau menerjemahkan kata saja tanpa menugaskan siswa untuk membuat kalimat dalam bentuk paragraf atau menceritakan ulang secara lisan tentang sesuatu yang mereka telah dengarkan dan tulis?

Percaya, jika cara ini masih digunakan maka siswa akan jenuh, malas masuk kelas untuk belajar atau parahnya siswa bisa saja memprotes Guru.

Tak bisa dipungkiri bahwa zaman sekarang tak sedikit siswa malas belajar, melawan Guru, tidak disiplin, terjerumus pergaulan bebas, sehingga tak jarang  Guru mengalami kesulitan dalam mendidik, tetapi peran Guru untuk memperbaiki kwalitas dalam mengajar harus terus di-upgrade, karena masih banyak siswa yang memiliki motivasi untuk belajar dan mayoritas siswa yang bermasalah rata-rata berubah pada saat mereka sudah lulus sekolah, karena mereka telah melihat dan mengalami tujuan hidup yang sesungguhnya.

Atau dengan kata lain, cara mengajar Guru, pesan Guru, ilmu yang telah diberikan mereka akan ingat dan lakukan pada saat mereka menemukan jalan buntu dalam hidup mereka, walau pada saat bersekolah mereka kerab melakukan hal yang membuat hari Guru bersedih.

Agar Siswa Memiliki Bekal Yang Maksimal.

Dengan perubahan kurikulum, siswa akan memiliki banyak referensi, informasi yang telah mereka dapatkan dari Guru, sehingga pada saat mereka terjun di dunia kerja mereka tidak akan kaku menghadapi perkembangan atau keadaan.

Mengapa? karena mereka sudah familiar dengan pekerjaan atau keadaan yang telah mereka dapatkan dari Guru.

Sekarang, bayangkanlah jika kurikulum tak pernah berubah, atau bagaimana jika Guru di Indonesia terus menggunakan kurikulum lama sementara generasi di negara lain berlomba-lomba menciptakan sesuatu , berfikir kritis dan berupaya mencari tau solusi agar bisa mengolah sesuatu yang mereka miliki agar terus menghasilkan uang?

Teknologi terus berkembang dan apakah kita bisa melihat negara dan generasi muda hanya menjadi penonton dan peminta tanpa tau cara bekerja, berkomunikasi, menyelesaikan masalah, menciptakan sesuatu dan lain-lain?.

Baca Juga : 

Pembelajaran abad 21 tidak hanya berpatokan pada alat mengajar

Pendidikan berperan aktif di masa kini dan seterusnya 

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Sistem Rangking Racun Dunia Pendidikan Dan Sekolah Bukan Tempat Berkompetisi?

Sumber Gambar : Pixabay.com

Sudah hampir sebulan, siswa (i)  dan Orangtua / Wali telah menerima dan melihat nilai akhir semester. Mungkin ada yang merasa puas akan pencapaian nilai selama satu semester atau mungkin ada yang merasa sebaliknya, karena nilai mengalami penurunan dan tidak sesuai dengan ekspektasi. Tetapi hal yang selalu ditunggu – tunggu oleh Orangtua/Wali siswa (i) adalah moment penerimaan raport siswa.

Moment dimana mereka melihat sejauh mana hasil usaha mereka dalam mendidik anak selama satu semester dan perubahan nilai apa yang anak mereka peroleh.

Pandangan Tentang Hasil Nilai Raport Siswa.

Nilai Raport adalah kumpulan nilai  mata pelajaran yang diampuh oleh siswa selama satu semester, dimana semua mata pelajaran yang dipelajari diujikan kembali, lalu hasil nilainya dituangkan di dalam satu buku yang disebut raport.

Raport ditulis atau diketik oleh wali kelas berdasarkan hasil rapat akhir semester dan telah disahkan oleh pimpinan sekolah dan para dewan Guru.

Tak sedikit para Orangtua siswa membanggakan nilai pencapaian anak mereka, dan tak jarang hasil tersebut diposting atau dishare kepada orang lain, atau dengan kata lain, hasil belajar siswa sudah menjadi prestige bagi Orangtua, sehingga dengan berbagai cara, anak mereka dituntut untuk selalu mendapat rangking atas.

Hal ini tidaklah salah. Jika dilihat dari segi emotional Orangtua yang ingin anak mereka menjadi lulusan yang kompetatif tentu sikap ini patut diacungkan jempol, namun jika nilai anak  hanya dijadikan sebagai pajangan dimana Orangtua ingin mendapatkan pengakuan dari masyarakat tentang pencapaian nilai, tentu  ini sangat keliru.

Baca Juga : 

Juara Tidak Menjamin Kesuksesan di Masa Mendatang

Fungsi Nilai Rapot.

Sama halnya dengan nilai yang diperoleh setelah melalui beberapa test atau ujian seperti ujian harian, mid-semester (UTS), Ujian Semester, Ujian Sekolah (UAS) dan Ujian Kejuruan bagi sekolah kejuruan.

Untuk melihat sejauh mana kemampuan siswa menyerap materi yang telah diajarkan oleh Guru, maka nilai dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan, baik bagi siswa maupun Guru itu sendiri.

Jika mayoritas siswa mendapatkan nilai kurang atau dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), berarti ada yang salah dengan metode atau teknik mengajar Guru, kecuali  siswa (i) tidak mengikuti pelajaran dengan baik, karena berbagai macam alasan pribadi.

Dari hasil raport, maka akan dilakukan perubahan pada semester berikutnya, tergantung dari kekurangan apa yang membuat nilai siswa rendah, yang jelas nilai adalah tolak ukur penentu keberhasilan siswa dan Guru untuk menentukan langkah berikutnya.

Rangking Hanyalah Faktor Keberuntungan.

Seperti yang telah dibahas di atas bahwa tak sedikit para Orangtua pernah show up tentang hasil belajar anak mereka, namun yang kurang disadari bahwa hasil belajar anak saat ini bukan penentu utama keberhasilan anak.

Yah, memang dengan terlatihnya anak giat belajar sejak dini, besar kemungkinan anak akan memiliki bekal di masa mendatang, namun tak berhenti di situ saja, karena banyak faktor yang mendukung, termasuk ketekunan anak, bukan hanya kebanggaan pencapaian anak saat ini.

Sebenarnya, banyak anak yang sebenarnya mampu mendapatkan rangking, namun karena berbagai kendala membuat banyak anak mendapatkan nilai rendah, seperti karena faktor ekonomi yang membuat siswa terkadang tidak memiliki ongkos pergi sekolah dan membeli perlengkapan sekolah, faktor masalah keluarga yang membuat siswa tidak fokus belajar, dan berbagai faktor lainnya. Yang jelas, bukan karena bodoh, tetapi karena hanya kurang beruntung saja.

Apakah Perlu Berkompetisi Di Sekolah?

Sekolah adalah tempat menyiapkan mental siswa (i) untuk  siap berkompetisi di dunia nyata, baik dari segimental, maupun dari segi ilmu pengetahuan dan keterampilan. 

Apa jadinya jika Guru tidak menonjolkan jiwa berkompetisi kepada anak didik? lalu bagaimana mereka menghadapi dunia nyata yang penuh dengan persaingan seperti saat ini?.

Kita sering mendengar

siapa yang lambat dia di belakang, siapa yang kreatif dan inovatif, dia bertahan

Dari kalimat di atas, sangat jelas jika untuk bisa menjadi pribadi yang maju, siapa saja harus memiliki jiwa kompetitif. Dunia penuh persaingan dan tantangan, jadi jika tidak memperkenalkan hal demikian kepada siswa (i) lalu bagaimana mereka bisa bersaing suatu saat nanti? Mereka harus saling berkompetisi mendapatkan nilai yang minimal tidak di bawah KKM.

Orangtua / Wali Siswa (i) Perlu Menyadari.

Tak perlu kwatir dengan bagaimana cara pihak sekolah memprilakukan anak tentang berbagai hal termasuk kedisiplinan, ketekunan, kesiapan mental dan lain-lain.

Yang perlu dihindari adalah tentang pemikiran dulu bahwa nilai raport adalah kebanggaan yang perlu diumbar untuk mendapatkan pengakuan orang.

Zaman sekarang, yang dilihat adalah hasil, dimana setiap orang dituntut untuk bekerja, dan berhasil tanpa dipamer, karena proses untuk menghasilkan seorang yang sukses di masa mendatang jauh lebih sulit dibanding dengan nilai raport saat ini.

Berhentilah memandang sebelah mata akan pencapaian nilai rendah terhadap anak lain, karena nasib seseorang tidak ada yang tau.

Bukankah disekitar kita banyak orang yang berhasil (ekonomi) walau dahulu tidak mendapatkan rangking?.

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Game Online Dapat Meningkatkan Minta Belajar Siswa?

Sumber Gambar pixabay.com

Game online. Siapa yang tidak pernah mendengar manfaat bermain game online. Game ini telah menjamur dikalangan anak sekolah bahkan orang dewasa.

Game adalah salah satu alat yang bisa membuat anak betah berada di rumah.

Banyak aplikasi game, namun jika di tanya “Siapa yang tidak terlalu minat bermain game online?”. Saya adalah orang pertama yang akan mengangkat tangan. 🤭

Penyebabnya mungkin karena sejak kecil saya tidak familiar dengan game. Permainan  yang sering saya mainkan dengan teman-teman seperti permainan loncat tali, orang-orangan, petak umpet, kartu wayang dan masih banyak lagi, yang jelas saya lebih suka permainan yang berhubungan dengan fisik.

Zaman telah berubah, sehingga permainan yang menojolkan fisik telah tergeser dengan permainan yang membutuhkan kelincahan jari dan mata.

Sebenarnya, semua permainan berguna bagi penggunanya, karena semuanya cocok sesuai zamannya, namun apa jadinya jika permainan dijadikan kegiatan utama.

Kegiatan belajar kini menjadi nomor sekian, yang secara langsung membuat Orangtua bahkan Guru menjadi pusing tujuh keliling.

Tapi jika berbicara tentang game online, bukankah para Orangtua siswa juga ada yang gemar bermain game online?

Mungkin ada yang berpendapat bahwa game bisa dijadikan hiburan untuk menghilangkan rasa penat, karena rutinitas setiap hari.

Benar, namun kurang tepatnya adalah hal demikian ditiru oleh anak-anak tanpa berfikir kelebihan dan kekurangannya.

Kurang disadari, Orangtua tidak memberikan pemahaman dini tentang manfaat dan ruginya bermain permainan online.

Tak sedikit, kelalaian seperti ini terjadi dimana anak sudah bermain game secara terus menerus dan Orangtua sukar merem atau membatasi anak bermain game online.

Ada anggapan bahwa bermain game online, khususnya yang berbahasa Inggris dapat meningkatkan kemampuan anak tentang kosa kata atau vocabulary.

Ini tidak salah, malah cara ini telah diuji cobakann oleh beberapa mahasiswa (i) sebagai bagian tugas akhir mereka atau lebih dikenal skripsi.

Tetapi semua pihak perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang dilakukan secara berlebihan kebanyakan berakhir dengan hal yang tidak diinginkan.

Parahnya, jika tidak adanya pengawasan dari Orangtua atau kurangnya sosialisasi tentang dampak baik dan buruknya bermain game online akan membuat tingkat kemampuan anak dalam belajar akan menurun.

Mari kita menoleh dengan kurikulum baru, dimana pembelajaran seyogyanya menjadikan kegiatan mengajar di sekolah menjadi menyenagkan.

Pembelajaran yang menyenangkan berarti Guru dan siswa (i) dapat menggunakan sesuatu yang mereka sukai sebagai bahan pembelajaran.

Game online merupakan salah satu pilihan yang tepat, karena game dapat memberikan stimulasi anak untuk memahami materi.

menggunakan cara ajar yang menyenangkan bagi siswa dengan game sebenarnya sangat berpengaruh, karena ini termasuk ide kreatif Guru yang patut diacungkan jempol.

Namun tentu hal ini perlu pengawasan lebih, agar game tidak disalah gunakan oleh siswa.

Pembatasan waktu penggunannya, pemahaman siswa tentang penguasaan diri menggunakan hal yang menyenangkan sangatlah perlu ditanamkan sejak dini, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan

Perlu disadari bahwa untuk meningkatkan minat belajar siswa tidak harus dengan penggunaan game online saja, namun masih banyak hal menyenangkan lain yang bisa digunakan.

Hal yang perlu dilakukan adalah dengan membangun komunikasi diawal semester untuk mengetahui strategi dan bahan apa yang perlu digunakan untuk membuat pembelajaran menjadi menyenagkan, sehingga minat belajar siswa semakin meningkat.

Baca Juga :

Jangan lupa kunjungi Del Channel Ok untuk melihat penjelasan materi bahasa Inggris

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Proses Pembelajaran Baru

Sumber Gambar : pixabay.com

Dalam hidup ini, sesuatu yang baru selalu ada, sesuatu yang datang silih berganti dengan mengikuti zaman dan perkembangan.

Dunia terus bergerak maju, sehingga perubahan tak bisa terelakkan oleh siapapun.

Inilah kira-kira yang membuat banyak kebiasaan menjadi terganggu atau banyak orang yang terpaksa keluar dari zona aman, agar tetap eksis.

Bisa dikatakan ini baik, karena keadaan ini memberikan peluang kepada semua orang untuk membuat hal baru untuk menyesuaikan keadaan atau beradaptasi.

Namun tentunya, dengan adanya perubahan akan mendorong siapa saja untuk mulai mempelajari hal baru.

Jika hal baru dianggap terasa sulit, tentunya penyesuaian atau adaptasi sangat dibutuhkan.

Sebelum Pandemi Covid-19 pembelajaran hampir selalu dilakukan secara tatap muka dan dilakukan di ruang kelas atau bengkel tempat praktek siswa (i), namun sekarang ;

  1. Fully Online. (You never come to school). Awal Pandemi, model pembelajaran ini dilakukan oleh hampir semua sekolah. Tak tanggung-tanggung, kejadian ini sontak membuat semua pelaku bidang pendidilkan kalang kabut dengan berbagai strategi, agar kegiatan proses belajar mengarar (KBM) tetap berjalan baik. Masalahnya, awal kejadian ini telah mempengaruhi berbagai sistem dan aturan yang telah dibuat oleh masing-masing sekolah dan ditambah lagi dengan berbagai masalah yang mempengaruhi minta belajar siswa (i) semakin menurun, Namun untungnya, hal ini mulai berkurang dengan adanya model pembelajaran lain.
  2. Online / Learning From Home. (You must come to school twice in a semester). Learning or studying from home begitu viral, namun tidak berpengaruh baik bagi siswa (i), sehingga tak sedikit siswa (i) merasa tidak nyaman dengan model ini, namun untungnya, mereka menyadari akan manfaat belajar dari rumah karena Covid-19. Semester kedua setelah awal Pandemi, siswa di minta datang ke sekolah sebanyak dua kali atau bahkan lebih untuk melengkapi dan menanyakan hal yang berhubungan dengan kelancaran kegatan belajar mereka. Ada yang datang untuk meminta materi ajar atau lembar kerja siswa (LKS), ada juga yang datang ke sekolah untuk mengklarifikasi sesuatu yang dianggap perlu untuk ditanyakan, salah satunya adalah meminta penjelasan materi, jika mereka tidak faham materi yang telah dijelaskan secara virtual, karena selama ini mereka lakukan hanya melalui alat kominikasi.
  3. Blended Learning. (You must come to school one a week). nah, ini sudah mulai di lakukan di beberapa sekolah, namun hanya untuk beberapa mata pelajaran saja, misalnya untuk sekolah kejuruan, mata pelajaran yang diperbolehkan tatap muka hanya untuk pelajaran jurusan/produktif saja, sementara untuk mata pelajaran adaptif dan normatif masih online, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi guru mata pelajaran tersebut dapat melakukan tatap muka di sekolah dengan jumlah jam yang lebih sedikit dibandingkan dengan sebelum Pandemi. Intinya, Blended learning adalah pembelajaran yang bisa dilakukan secara online dan offline (tatap muka langsung) yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya pembelajaran, memperkenalkan berbagai pilihan media dialog antara siswa (i) dan guru.

Proses pembelajaran baru juga tidak hanya mengutamakan bagaimana siswa dapat belajar, namun bagaimana siswa menikmati proses belajar yang menyenangkan. 

Dengan model pengajaran yang  menyenangkan, diharapkan siswa (i) mudah memahami akan materi yang dijelaskan, sehingga menghasilkan atau menciptakan sesuatu (learn, play and produce or create).

Untuk mewujudkan hal seperti demikian tentu dibutuhkan usaha yang besar dan peran Orangtua siswa (i) untuk menyokong Guru dengan melakukan pemantauan anak.

Baca Juga :

Jangan lupa kunjungi Del Channel Ok untuk melihat penjelasan materi bahasa Inggris

Kategori
Orangtua Siswa Siswa

Kreativitas Bukanlah Sesuatu Yang Dimiliki, Namun Sesuatu Yang Dilakukan.

Sumber Gambar : pixabay.com

“Apakah semua siswa kreatif?”

Pertanyaan yang sama

“Apakah semua siswa memiliki talenta atau kelebihan?”

Jawabanya? yuk, mari kita fikirkan bersama dengan pertanyaan penunjang berikut ini:

Apakah setiap orang memiliki keunikan yang sama?

Keunikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online  adalah sifat (keadaan, hal) unik; kekhususan; keistimewaan.

Berbicara tentang sifat, semua orang tau bahwa sifat setiap individu berbeda, bahkan anak kembar pun memiliki sifat yang berbeda.

Sifat akan mengekspresikan keunikan seseorang. Keunikan dalam berkata jujur, diam, cerewet, suka bekerja, lincah, ketangkasan dan sebagainya.

Dari keunikan akan menghasilkan kreativitas, dimana siswa akan melakukan kebolehannya untuk melakukan sesuatu. 

Tapi jika berbicara tentang kreativitas, apakah semua siswa akan menjawab mereka kreatif, jika mereka ditanya?.

Tentu tidak, dengan alasan mereka  tidak percaya diri atau mungkin karena mereka tidak mengenal diri mereka dengan baik.

Namun tentu akan ada siswa yang akan mengatakan diri mereka memiliki kreativitas. Alasan ini muncul karena mereka telah melakukan sesuatu.

Suatu karya yang membuat mereka merasa puas, atau sesuatu yang bisa dinikmati oleh orang lain.

Tapi jika di tanya, seperti apakah kreativitas itu?

Pertanyaan ini mungkin akan ditanyakan oleh siswa yang masih belum mengenal dirinya dengan baik, atau mungkin belum mengetahui potensi yang dia miliki.

Namun perlu diketahui bahwa kreativitas  atau daya cipta adalah suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan atau produk baru, atau mengombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada dirinya atau 

“Creativity is a mental process by which an individual creates new ideas or products, or recombines existing ideas and product, in fashion that is novel to him or her.” James J. Gallagher (1985)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa yang kreatif adalah siswa yang memiliki daya atau bakat untuk menciptakan sesuatu yang baru.

Jika berbicara tentang sesuatu yang benar-benar baru pada zaman ini hampir sudah tidak ada lagi, namun menciptakan hal baru yang dimaksud disini adalah kebolehan mengembangan hal biasa menjadi luar biasa.

Dimana penemuan tersebut dapat digunakan oleh orang sekitar atau bahkan dibutuhkan oleh dunia.

Lalu, apakah semua siswa kreatif?

Dari uraian di atas jelas bahwa semua siswa pada dasarnya kreatif hanya saja :

  1. Mereka Tidak melakukannya. Kreatif namun mendiamkan kebolehan sama saja tidak kreatif. Siswa yang kreatif akan melakukan sesuatu untuk membuktikan atau menunjukkan bahwa dia ingin mengexpresikan keinginannya untuk berkreasi dan tidak hanya penikmat hasil kreativitas orang lain.
  2. Kreativitas Tertutupi Oleh Kebiasaan Yang Tidak Baik. Malas, tepatnya ini. Hal ini yang kerab membuat seseorang stack di tempat. Teringat akan perkataan orang tua “anak itu pintar, tapi malas”, “anak itu kreatif, tetapi malasnya yang lebih dia tonjolkan”. 
  3. Tak Ada Yang Membantu Siswa Menemukan Potensi Yang Dimilikinya. Terkadang orangtua tak mengenal potensi yang dimiliki anak mereka sendiri dengan berbagai alasan. Hal ini membuat siswa merasa tidak memiliki dukungan dari keluarga yang dapat membuat siswa tersebut kurang percaya diri, takut gagal atau takut melakukan kesalahan dan lain-lain.
  4. Faktor Lingkungan Yang Tidak Sehat. Lingkungan yang mengarahkan siswa ke jalan yang salah. Hal ini dapat mengakibatkan potensial yang dimiliki siswa bisa saja tidak dilakukan atau tidak beeguna sama sekali.

Kenali diri kalian. Lihat dari dalam diri kalian, gali dan terus maju dan tetap semangat.

Baca Juga :

Jangan lupa kunjungi Del Channel Ok untuk melihat penjelasan materi bahasa Inggris. 

Kategori
Guru Orangtua Siswa

Wali Kelas Bekerja Extra Selama PJJ

 

Apa jadinya jika PJJ berlangsung lama, dan durasi siswa belajar bukan karena tatap muka, tetapi belajar dari rumah.

Pembelajaran jarak jauh adalah keputusan yang tepat untuk menghindari penularan Covid-19, namun efeknya tak bisa dielakkan oleh siapapun, khususnya di bidang Pendidikan.

Banyak kendala yang sering dihadapi Guru dan siswa. Selain karena faktor fasilitas, juga karena semangat belajar yang semakin menurun.

Hal ini membuat wali kelas bekerja lebih. Sebelum Pandemi, siswa (i) sangat leluasa mengajukan pertanyaan dengan Guru jika menemui kesulitan, namun sekarang terbentur, karena berbagai belajar dari rumah.

Melihat permasalahan ini membuat wali kelas terus berupaya, dengan berbagai pendekatan yang dilakukan. Namun tetap saja masih menemui kesulitan.

Kesulitan pada umumnya datang dari siswa dan juga dari Orangtua siswa (i). Kurang melakukan komunikasi yang intens membuat wali kelas sering menemui jalan buntu.

Sebagai contoh, pada saat penerimaan rapot atau hasil belajar siswa, tak jarang ada siswa dan Orangtua yang tidak datang mengambil raport-nya tanpa alasan.

Alamat yang diberikan pada saat awal masuk sekolah tidak sesuai seperti di data, begitu juga dengan nomor kontak Orangtua siswa atau wali siswa.

Tak jarang hal ini menimbulkan duka bagi wali kelas, karena merasa tanggung jawab akan tugasnya sebagai wakil orangtua terbengkalai, walau sebenarnya tidak demikian, namun dengan tidak lengkapnya data siswa membuat wali kelas merasa kesulitan mengatasi masalah siswa, parahnya Orangtua tidak memiliki rasa tanggung jawab penuh.

Tak banyak yang tau jika wali kelas harus mempertaruhkan harga diri. Hal ini terjadi karena Wali kelas sering memarahi siswa (i) yang tidak bisa diajak bekerja sama, siswa tidak mau mengikuti aturan, karena merasa aman tidak sedang berhadapan dengan wali kelas.

Ditambah lagi, tak jarang Orangtua siswa mencari-cari kesalahan wali kelas dengan alasan “wali kelas tidak bekerja dengan baik, selama Pandemi wali kelas hanya santai-santai saja”.

Begitu pelik kerja wali kelas selama Pandemi. Setiap saat harus mengontrol siswa yang sering on and off , belum lagi tentang ada siswa yang terkadang tidak senang dengan cara wali kelas yang selalu menghubunginya untuk selalu aktif belajar dan menganggap wali kelas reseh.

Yap, hal ini memang belum mereka fahami dengan baik, karena pada umur siswa SMA/SMK, keinginan untuk mencari jati diri untuk melakuan hal yang mereka anggap baik akan mereka lakukan, walau sebenarnya sikap mereka salah.

Namun, itulah kerja keras  wali kelas selama Pandemi. Bisa dikatakan susah, namun juga tidak sepenuhnya susah, karena jumlah siswa yang mengerti akan kerja wali kelas masih banyak.

Tapi kembali lagi, kesuksesan wali kelas dilihat pada saat mayoritas anak walinya berhasil. Dalam hal ini berhasil mengikuti pelajaran daring dan luring dengan baik dan tidak mendapatkan banyak keluhan dari Guru mata pelajaran.

Melihat hal ini, mungkin komunikasi dan pendekatan yang berkesinambungan adalah dua contoh yang bisa dilakukan, walau pada akhirnya tetap akan mendapatkan kendala.

Namun bagaimanapun juga, kerja sama antara wali kelas dan Orangtua siswa (i) atau wali siswa (i) sangat dibutuhkan, agar siswa berhasil melewati Pandemi ini dengan terus belajar.

Baca Juga :

Jangan lupa kunjungi Del Channel Ok untuk melihat materi ajar bahasa Inggris.

Kategori
Orangtua Siswa Siswa

Tak Masalah Jika Tidak Lulus SNMPTN. Berikut 4 Alasannya!

Sumber Gambar: pixabay.com

Hai, anak-anak hebat calon penerus bangsa.

Apa kabar?

Semoga kalian tetap prima yah!.

Apa cita-cita kalian setelah lulus dari sekolah?

Ada yang ingin kuliah dan mengambil jurusan yang kalian selalu impikan?

Apakah ada diantara kalian telah mengikuti salah satu tes masuk perguruan tinggi negeri?. 

Sebelum, mendaftar apakah kalian sudah melengkapi persyaratan dan menyiapkan strategi jika kalian lulus atau tidak?

Atau, ada yang sudah mempersiapkan mental jika kalian mendapati hasil gagal?

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) biasanya disebut jalur undangan adalah cita-cita besar setiap lulusan SMA/SMK Sederajat.

Alasannya tentu bervariasi, ada yang memilih kuliah di Universitas Negeri, karena faktor biaya yang terjangkau, karena faktor jurusan yang popular, sudah terbukti lulusannya mudah mendapatkan pekerjaan, dan lain-lain.

Namun, bagaimana jika harapan untuk menimbah ilmu di tempat yang diidamkan tidak bisa terwujud?

Tenang, ada beberapa alasan yang bisa kalian pertimbangkan : 

  1. Masih Ada SBMPTN. Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) adalah salah satu bentuk penerimaan mahasiswa masuk perguruan tinggi negeri yang diadakan serentak. Sama halnya dengan SNMPTN, bedanya Calon SBMPTN mengharuskan calon mahasiswanya mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer UTBK sebagai nilai  penghantar yang digunakan untuk mengikuti tes di SBMPTN. Jika nilai yang diperoleh sesuai dengan standar sebuah Universitas, maka calon mahasiswa akan diterima. Dari sini bisa di lihat bahwa jika gagal di SNMPTN, kalian masih bisa mencari peluang di SBMPTN.
  2. Mencari Beasiswa. Ada banyak beasiswa yang ditawarkan oleh Pemerintah, diantaranya: Beasiswa DIKTI, Beasiswa Unggulan, Beasiswa LPDP, Beasiswa bagi putra daerah dari daerah tertinggal, Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB), dan lain lain. Kalian dapat mencari informasi dari berbagai sumber, misalnya dari sekolah yang biasanya disampaikan langsung oleh wali kelas, dari kelurahan, dari media massa dan lain-lain.
  3. Mengejar Prestasi Di Universitas Swasta. Kuliah di Universitas Swasta tidak kalah beken dengan kuliah di universitas negeri, tidak sedikit universitas swasta memiliki reputasi yang baik, karena memiliki lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan dari universitas negeri. Untuk biaya kuliah memang lebih mahal dari universitas negeri, tetapi hampir semua universitas swasta telah bekerja sama dengan pemerintah untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang berprestasi, tidak mampu dan lain-lain. Semuanya hanya butuh kejelian mahasiswa untuk bisa mendapatkannya.
  4. Bukan Barometer Kesuksesan seseorang. Menimbah ilmu di universitas negeri tidak menjadi patokan seseorang akan sukses. Memang, lulusan universitas negeri memiliki nilai plus, karena mereka lulus dari universitas yang telah memiliki nama baik di berbagai perusahaan besar, namun bukan berarti lulusan dari universitas swasta levelnya dibawah. Tidak sedikit lulusan universitas swasta telah diperhitungkan di berbagai perusahaan atau instansi karena kemampuan dalam bekerja sangat patut diacungkan jempol.

Kesuksesan seseorang tidak dapat dilihat dari satu segi saja atau asal muasal tempat dia mencari ilmu.

Bukan rahasia umum lagi, banyak lulusan sarjana dari universitas negeri ternama mudah mendapatkan pekerjaan, namun tidak sedikit juga ada yang menjadi penganguran. 

Kwalitas atau mutu seorang lulusan sarjana tidak bisa dinilai dari asal universitasnya, tetapi dilihat dari keterampilan, kemampuan, usaha, komitmen dan juga karena faktor keberuntungan. 

Terakhir saya ingin mengutip kutipan seorang ilmuan terkenal bernama Alexander Graham Bell, sang penemu telfon mengatakan bahwa Jika satu pintu tertutup, maka pintu lain akan terbuka. Kadang kita terlalu lama terpaku didepan pintu tertutup itu.

Tetap semangat anak-anak hebat!

Baca Juga :

  1. 6 Fakta Tentang Guru
  2. Memahami Kecerdasan Paripurna