Ada sebuah lirik lagu yang kira-kira bunyinya begini :
Bukan emas dan permata, juga bukan kemewahan yang kuharap darimu, tapi cinta sejati.
Pada saat saya masih sekolah dasar dan sekolah menengah pertama saya sering mendengar lirik lagu-lagu yang serupa.
Menurut saya, ini adalah salah satu alasan yang membuat banyak masyarakat Indonesia tidak mau berfikir maju saat itu.
Mungkin ini berlebihan, namun bagi mereka yang sudah mengalaminya tentu sudah mendapatkan jawabannya, namun bagi mereka yang masih pucuk saat ini, mungkin masih ada yang sependapat dengan lirik-lirik lagu seperti itu.
Jika kita menoleh jauh ke belakang, tak sedikit para kaum muda saat itu memutuskan untuk menikah muda, karena memiliki pemikiran sederhana tentang kehidupan saat itu.
Pemikiran bahwa menikah adalah segala-galanya saat itu mendorong kawula muda untuk bercita-cita menikah muda, mengenai memiliki keterampilan dan pekerjaan menjadi urusan belakangan.
Pemikiran bahwa “jika sudah menikah, apapun akan dilakukan untuk mendapatkan penghasilan”.
Dulu, mungkin hal seperti ini bisa saja dilakukan, karena keadaan saat itu tidak seperti sekarang.
Mungkin ada di antara pembaca setia Delyana Blog yang sedang bertanya “Mengapa saya membahas hal ini?”.
Tadi pagi, ada seorang ibu menulis sebuah status di salah satu akun media sosialnya tentang anaknya yang ingin menikah muda dengan alasan cinta.
Yang membuat heboh adalah ibu itu menjelaskan bahwa anaknya dan calon istrinya sama-sama masih sangat muda, putus sekolah dan belum mempunyai pekerjaan.
Saya prihatin dengan permasalahan yang ibu itu alami, namun sejujurnya saya ingin menulis komentar untuk memintanya menghapus status tentang permasalahan keluarganya yang telah menjadi konsumsi publik, namun saya urungkan niat saya dengan alasan dia tidak mengenal saya, saya merasa tak enak hati.
Dari statusnya, saya mengaris bawahi alasan anaknya memutuskan untuk menikah di usia dini “tanpa memiliki pekerjaan”.
Semua karena cinta dan siap hidup sederhana, makan hanya sekali pun dia rela.🤦
“Makan sekali?, kalau begitu, anak itu bersedia sakit lambung dan kena Malaria”😏
Sebenarnya, saya tersenyum-senyum sendiri dan tak habis fikir mengapa di era globalisasi ini masih ada orang yang berfikir sesederhana itu.
Mengapa anak tersebut masih ingin hidup seperti era dimana pembangunan, pendidikan atau ilmu pengetahuan belum berkembang seperti saat ini.
Hidup sederhana di zaman sekarang sebenarnya perlu dilakukan oleh semua orang, namun tentunya sederhana yang dimaksud harus difahami dengan baik.
Menikah bukan berarti siap menerima apapun termasuk siap hidup menderita.
Siap makan seadanya, siap melihat orang makan tidak seadanya, siap disepelekan orang, karena hidup seadanya, dan lain-lain.
Saya berdoa dan berharap, agar anak tersebut mengurungkan niatnya untuk menikah muda.
Jika ditanya saran saya apa, saya akan menyarankan mereka untuk kembali bersekolah, walau sudah pernah putus sekolah.
Sebaiknya bekali diri untuk memiliki keterampilan yang bisa digunakan untuk mengais rezeki suatu saat nanti.
Dengan demikian anak tersebut akan mengurangi beban orangtuanya dan juga beban negara.
Baca Juga :
Jangan lupa kunjungi Del Channel Ok
This post was published on %s = human-readable time difference 10:07 pm
Salam Guru Hebat Indonesia. Pada kesempatan ini, saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan…
Salam dan bahagia bagi kita semua. Kembali lagi saya menuliskan tugas saya koneksi antar materi…
Membuat keputusan, seorang pendidik harus mengutamakan kepentingan siswa berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Keputusan yang diambil mencerminkan…
Salam hangat bagi kita semuanya. Kali ini, saya akan menampilkan hasil wawancara saya dan hasil…
Salam Bahagia bagi kita semua. Saya Delyana Tonapa, Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kota Jayapura.…
Tak terasa, saya dan CGP angkatan 11 telah sampai pada modul 2.3 Coaching untuk…