Degradasi moral anak bangsa selalu menarik untuk diperbincangkan oleh berbagai kalangan, bagaimana tidak, berita dari berbagai media massa dan berbagai akun media sosial memaparkan dengan gamblang tindakan anak sekolah yang membuat masyarakat sering sapu dada atau bahkan memukul dahi sendiri, jika mendengar atau bahkan melihat aksi mereka yang sering bertingkah seperti tidak menggambarkan sikap anak sekolah.
Jika diamati, kemajuan teknologi, membuat mayoritas Orangtua dan siswa (i) hanya fokus untuk melatih otak secara intelektual, dengan harapan mampu bekerja setelah lulus sekolah. Hal ini dilakukan dengan pemikiran bahwa Karakter bisa terbentuk dari dogma yang didapatkan dalam keluarga dan kegiatan keagamaan.
Hal ini tentunya sedikit keliru, mengapa? Karena perkembangan zaman telah membuat siswa (i) mudah melupakan atau mengabaikan ajaran-ajaran, sehingga penambahan pendidikan Karakter perlu diajarkan di sekolah.
Lalu muncul pertanyaan, apakah perbedaan pendidikan intelektual dan pendidikan karakter?
Yang mana yang paling diutamakan, pendidikan intelektual atau pendidikan karakter?
Pendidikan intelektual membahas tentang kecerdasan, kemampuan, keterampilan anak berfikir untuk menyelesaikan tugas, mengembangkan ide kreatif dan inovatif, sehingga anak mampu menghasilkan karya, minimal hasil kreatifitas dari pengembangan tugas sekolah.
Pendidikan karakter berhubungan erat dengan psikis individu atau kepribadian. Pendidikan karakter mengajarkan tentang pandangan terhadap nilai-nilai kehidupan, contohnya kejujuran, keperdulian, tanggung jawab, percaya diri, kerja sama, toleransi dan lain-lain.
Bapak Pendidikan Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa ruh pendidikan adalah Karakter. Lanjut, beliau menuturkan bahwa pendidikan harus mampu menuntun tumbuhnya karakter dalam hidup sang anak (siswa (i)), agar supaya mereka kelak menjadi manusia yang memiliki pribadi yang beradab dan susila.
Melihat dua penjelasan antara pendidikan intelektual dan pendidikan karakter dapat disimpulkan bahwa siswa (i) butuh kedua-duanya, siswa yang memiliki kecerdasan intelektual namun, tidak diimbangi dengan karakter yang baik akan sia-sia. Bisa saja, kecerdasannya dapat digunakan salah, karena tidak memiliki karakter yang baik, dan sebaliknya.
Implementasi pendidikan karakter sering kandas oleh banyak faktor. Internet atau sumber informasi merupakan alat yang begitu mudah diakses.
Mencontohi aksi para pelaku seni dalam siaran program Televisi seperti sinetron tanpa bimbingan orangtua, Youtube dan yang tak kalah parahnya berasal dari orang-orang yang dianggap sebagai panutan dalam organisasi, agama atau lingkungan mereka membuat moral siswa (i) menjadi menurun.
Belum hilang dari ingatan kita, para panutan mengajak anak sekolah untuk mengikuti demo yang berakhir anarkis, serta ucapan-ucapan para panutan yang mudah merendahkan kepercayaan orang lain, para pimpinan dan bahkan merendahkan perempuan dengan mengeluarkan kata-kata kotor di depan khalayak ramai.
Hal ini sangat ironic. Pendidikan karakter digaungkan di sekolah-sekolah, Guru-guru berusaha membuatnya dalam perangkat mengajar, lalu mempraktekkan dan mengajarkannya, namun dengan mudahnya, para panutan menggaungkan hal-hal yang bertentangan dengan pendidikan karakter yang sesungguhnya.
Miris. Yah, kata inilah yang patut menggambarkan betapa program pendidikan karakter ini akan sia-sia, jika tidak ada dukungan dari berbagai pihak.
Sepertinya, pendidikan karakter hanya program pemerintah saja untuk membelanjakan uang negara dalam bentuk pelatihan yang berhubungan dengan hal ini, namun hasil akhirnya tidak ada dan tidak diperdulikan oleh siapapun.
Kekuatan para panutan lebih besar, sehingga tak ada yang berani menghentikan atau melakukan upaya keras terhadap mereka yang memberikan contoh buruk.
Semua orang tau bahwa siswa (i) adalah penerus bangsa, lalu apa jadinya negara ini, jika kebiasaan tak baik seperti ini terus-menerus mereka dengar dan lihat?.
Tak adakah tindakan keras melalui dunia pendidikan atas perilaku yang bertentangan dengan program pendidikan karakter?. bukankah fenomena pendidikan karakter di negara ini dapat berkembang lebih baik, jika ketegasan, keadilan dapat ditegakkan?
This post was published on %s = human-readable time difference 7:19 pm
Salam Guru Hebat Indonesia. Pada kesempatan ini, saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan…
Salam dan bahagia bagi kita semua. Kembali lagi saya menuliskan tugas saya koneksi antar materi…
Membuat keputusan, seorang pendidik harus mengutamakan kepentingan siswa berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Keputusan yang diambil mencerminkan…
Salam hangat bagi kita semuanya. Kali ini, saya akan menampilkan hasil wawancara saya dan hasil…
Salam Bahagia bagi kita semua. Saya Delyana Tonapa, Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kota Jayapura.…
Tak terasa, saya dan CGP angkatan 11 telah sampai pada modul 2.3 Coaching untuk…