Categories: Ceritaku

Stop Jadikan Anak Seperti Katak Dalam Tempurung

Sumber Gambar : pixabay.com

Pendaftaran siswa baru untuk tahun ajaran 2020/2021 sedang berlangsung. Pendaftaran siswa baru kali ini cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, dimana rata-rata pendaftaran dilakukan secara online.

Tidak sedikit para Orangtua siswa berbondong-bondong mencari sekolah favourite untuk menyekolahkan anak-anak mereka dengan tujuan, agar kelak mereka menjadi kebanggaan keluarga bahkan negara.

Setiap melangkah ke tahap berikutnya, khususnya tentang memilih sekolah dan jurusan, selalu ada konflik kecil antara anak dan orangtua, dimana kadang keinginan anak tidak sinkron dengan keinginan orangtua yang kadang mengakibatkan percekcokan yang tidak wajar.

Semua orangtua pasti menginginkan yang paling terbaik untuk anak mereka, tetapi tidak jarang orangtua hanya melihat keinginan mereka, tanpa memikirkan passion anak. Sebaliknya, anak hanya ingin memilih sekolah atau jurusan yang mereka inginkan karena ikut-ikutan pilihan teman tanpa memikirkan talenta atau keterampilan dan citi-cita mereka sendiri.

Tidak sedikit siswa (i) yang malas belajar, tidak pergi sekolah karena mereka bersekolah di tempat dimana hati mereka tidak berada di sana. Ini sering terjadi, sehingga  tidak sedikit diantara mereka tidak naik kelas.

Ada juga siswa yang terpaksa mengikuti kemauan orangtua karena takut dipukul, takut tidak disekolahkan dan sebagainya yang akibatnya anak tumbuh dengan luka yang mendalam, sehingga menimbulkan traumatik yang walau dalam keadaan senang sekalipun, luka itu masih tersisa dan kerap muncul jika dihadapkan dengan situasi yang mirip seperti demikian.

Di lain sisi, ada juga siswa  menjadi malas belajar dan mendapatkan nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM), karena pada akhirnya anak tersebut sadar bahwa bukan sekolah atau jurusan yang sedang diambil yang menjadi keinginan utamanya. Karena sudah salah memilih sekolah atau jurusan, akhirnya tidak serius dalam mengikuti pelajaran.

Dari kedua hal ini, yang paling sering terjadi adalah pilihan orangtua, karena orangtua lebih memiliki power daripada anak. Orangtua kadang tidak menempatkan posisinya sebagai sahabat, malah menyamakan dengan pengalaman hidup yang dulunya yang sering diatur oleh orangtua. Sebaiknya orangtua harus nyadari akan perbedaan zaman dulu dan zaman sekarang.

Otoriter. Ya, inilah yang dinamakan orangtua yang otoriter. Selalu mengambil keputusan termasuk menentukan pilihan sekolah atau jurusan sesuai kemauan sendiri tanpa ada diskusi, pemberian pandangan dan kepercayaan kepada anak.

Ada efek yang perlu disadari orangtua yang seakan-akan membuat anak bagaikan katak dalam tempurung, yaitu :

  1. Pemikiran Tertutup. Istilah bagai katak dalam tempurung adalah anak yang dibatasi. Anak tidak bisa menentukan pilihannya, walaupun anak memilih, orangtua yang memegang kendali atau memegang ekor, agar tidak jauh dari pantauan. Atau dengan kata lain, orangtua  ingin menentukan apa yang boleh dilakukan oleh anak. Hal ini dapat membuat batasan tertentu dalam pemikiran anak yang akibatnya anak bisa tertutup.
  2. Memiliki Rasa Traumatik. Anak yang dibatasi akan memberi efek buruk bagi dirinya. Terlebih lagi jika orangtua mengambil tindakan seperti memukul, mengancam tidak membiayai sekolah anak,  jika tidak patuh perintah orangtua. Anak seperti ini kerap merasa sedih. Jika hal seperti ini dibiarkan berlarut-larut terjadi, maka ada konsekuensi yang akan disesali oleh orangtua suatu saat nanti.
  3. Menjadi Penakut. Hal lain yang tak kalah sedihnya adalah karena anak dibatasi membuat anak menjadi penakut, takut mengambil keputusan hingga menjadi close minded. Tidak bisa melihat dunia luar. Kalaupun melihat hal lain atau hal baru, anak akan menjadi ragu, pesimis, sehingga salah dalam mengambil keputusan.

Setiap orangtua pasti ingin anak mereka berhasil, tumbuh menjadi generasi yang hebat. Hal demikian juga disampaikan oleh Sri Mulyani dihadapan para calon penerima beasiswa LPDP bahwa beliau tidak ingin generasi muda saat ini tumbuh sebagai generasi yang wawasannya kurang luas, bodoh, picik. Menurutnya orang seperti ini penglihatannya tidak luas, luasnya bagaikan luas tempurung.

 

 

 

 

This post was published on %s = human-readable time difference 7:03 pm

Delyana Tonapa

I am Delyana

Recent Posts

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 3.2 Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya

Salam Guru Hebat Indonesia. Pada kesempatan ini, saya akan menulis mengenai Jurnal Refleksi Dwi Mingguan…

6 November 2024

Koneksi Antar Materi Modul 3.2 Pengelolaan Sumber Daya

Salam dan bahagia bagi kita semua. Kembali lagi saya menuliskan tugas saya koneksi antar materi…

4 November 2024

Koneksi Antar Materi Modul 3.1

Membuat keputusan, seorang pendidik harus mengutamakan kepentingan siswa berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Keputusan yang diambil mencerminkan…

24 Oktober 2024

Tugas Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1 Pengambilan Keputusan

Salam hangat bagi kita semuanya. Kali ini, saya akan menampilkan hasil wawancara saya dan hasil…

22 Oktober 2024

Jurnal Refleksi Dwi Mingguan Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik

Salam Bahagia bagi kita semua. Saya Delyana Tonapa, Calon Guru Penggerak Angkatan 11 Kota Jayapura.…

6 Oktober 2024

Koneksi Antar Materi Modul 2.3 Coaching Untuk Supervisi Akademik

  Tak terasa, saya dan CGP angkatan 11 telah sampai pada modul 2.3 Coaching untuk…

6 Oktober 2024