Tugas CGP Angkatan 11

Tugas Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Filosofi Pendidikan Modul 1.1

Ki Hadjar Dewantara  merupakan Bapak Pendidikan Indonesia yang mana dikenal saat mendirikan Taman Siswa bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan layak seperti halnya para priayi maupun orang-orang Belanda saat itu.

Ki Hadjar Dewantara   (KHD) membedakan pendidikan dan pengajaran. Menurut beliau Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin, sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Pendidikan adalah bagian penting dalam proses pembelajaran, sedangkan pengajaran merujuk pada aktivitas pendidik dalam menyampaikan materi pelajaran kepada para siswa.

Pendidikan di mata Ki Hajar Dewantara adalah proses pembentukan karakter yang menjadikan seseorang mampu hidup bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, dan negaranya.

Beliau menjelaskan bahwa pendidikan itu hanya suatu ‘tuntunan’ di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita yang artinya bahwa hidup tumbuhnya anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai makhluk, manusia, dan benda hidup, sehingga mereka hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri.

Ini artinya bahwa kekuatan kodrat (kodrat alam dan kodrat zaman) atau  segala kekuatan yang ada dalam hidup batin dan hidup lahir dari anak-anak itu.

Saya sebagai pendidik hanya dapat menuntun mereka untuk tumbuh kembang mereka atau memunculkan, mengasah, membimbimbing, memotivasi untuk memunculkan hal baik seperti talenta, keterampilan, kelebihan yang ada dalam diri mereka, agar siswa bisa menemukan jati diri mereka dan juga memiliki karakter yang lebih baik, dan meminimalisir, menahan  atau bahkan menghilangkan karakter buruk.

Tantangan yang saya alami dulu sebelum mengetahui pemikiran filosofi KHD adalah menghadapi siswa yang memiliki tingkat keaktifan yang luar biasa, saya mengajar di SMK Teknik dimana memang rata-rata siswa kami demikian, namun mereka anak yang luar biasa pintar, hanya saja karena pergaulan, masalah keluarga yang membuat beberapa di antara mereka kehilangan arah.

Pelangaran yang kerap mereka langgar seperti tidak tepat waktu, membuang sampah sembarangan, melontarkan celotehan yang kurang baik, minat belajar yang kurang, dan lain-lain.

Di sinilah saya menempatkan diri saya, agar mereka semakin mengerti akan kesalahan mereka dan konsekuensi apa yang mereka akan dapatkan jika mereka selalu memupuk hal yang tidak baik.

Dengan saya mendapatkan ilmu tentang pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) di PMM dan melalui Pendidikan CGP modul 1,1 ini, saya menemukan kunci yang tepat dalam menuntun siswa saya, khusunya anak wali agar lebih baik lagi kedepannya.

Setelah saya mengilhami pemikiran filosifi KHD,  saya juga menyadari bahwa saya tidak boleh teralu fokus beberapa kompetensi saja, namun semuanya, seperti kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi professional dan kompetensi professional.

Jika sebelumnya saya menerapkan seluruh aspek pembelajaran (kognitif, afektif, psikomotorik, spiritual, sosial, dan budaya) maka tentunya siswa akan lebih nyaman belajar bersama saya.

Hal yang saya peroleh juga dari pemikiran KHD adalah tentang pengajaran yang berpusat kepada siswa (Student-centered) dimana pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) yang tujuannya untuk mendorong terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku.

Sebelumnya, saya tidak mengerti hal utama dalam menerapkannya. Saya hanya membebaskan  siswa berfikir, berkomunikasi, kreatif dan berkolaborasi tanpa menghubungkan kodrat mereka, yang mana jika digabungkan akan lebih baik lagi dalam mengembangkan ide mereka.

Saya mengenal minat dan bakat siswa melalui observasi atau wawancara, hal ini saya ketahui saat implementasi kurikulum Merdeka tahun 2022/2023, namun saya tidak  menghubungkan nilai luhur sosial budaya seperti kekompakkan,  kejujuran, dan gotong royong.

Kedepannya, saya akan membuat perencanaan yang lebih matang lagi tentang penerapan seluruh aspek pembelajaran, menerapkan pembelajaran abad 21 lebih baik dan menghubungkan nilai sosial budaya, agar siswa tidak hanya memiliki kemampuan inteligensi saja, namun juga karakter yang lebih baik dengan cara melakukan pendekatan saat mereka melakukan pelanggaran atau kekeliruan.

Delyana Tonapa

I am Delyana