Guru Takkan Bisa Tergantikan Oleh Masyarakat 5.0
Society 5.0 adalah masa dimana manusia lebih memanfaatkan robot atau mesin untuk meringankan pekerjaan dalam berbagai sektor.
Robot dapat diatur agar meyerupai kerja manusia bahkan robot bisa diatur, agar memiliki perasaan seperti marah, sedih, bahagia dan lain-lain.
Sebenarnya cara kerja manusia sudah lebih dahulu dipermudah sejak ditemukannya komputer dan alat komunikasi lainya (Society 4.0) informasi begitu mudah didapatkan melaui Internet, sehingga segala kebutuhan bisa begitu mudah didapatkan.
Jika dilihat pada bidang Pendidikan, para tenaga pendidik pun bisa menemukan berbagai sumber bahan ajar atau pendukung lainnya dari Smartphone, TV, Radio dan internet.
Tak bisa dipungkiri, masa pandemi ini, Pendidikan tetap berjalan karena teknologi yang pada hakekatnya tidak hanya untuk pendidikan saja, tetapi juga untuk berbagai bidang.
Teknologi semakin mendorong guru untuk lebih kreatif dalam melaksanakan tugasnya, tentu dengan kecanggihan ini seperti Smartphone, Laptop dan Computer semua bisa teratasi.
Dengan masuknya peradaban baru, dimana siswa (i) atau yang sering disebut anak milenial sebagai anak no gadget no life, suka dengan sesuatu yang serba instant, mendorong guru-guru untuk selalu mengup date ilmu agar tetap survive dalam mengajar.
Dengan kecangihan dunia saat ini, siswa (i) bisa saja belajar secara otodidak dengan bantuan Internet, tetapi bagaimanapun juga, mereka tetap butuh arahan secara langsung agar bisa lebih mendalami, walau waktu pengajarannya singkat dan robot (robot teacher) bisa saja akan menjadi pilihan alternatif mereka, sehingga robot dapat mengeser kerja guru.
Penggunaan teknologi bergengsi ini sudah digunakan oleh Jepang dan Korea. Mereka cenderung melakukan terobosan dalam hal teknologi.
Menurut Prof Richardus Eko Indrajit selaku tokoh teknologi informasi, menyampaikan materi pada sebuah kegiatan webinar yang diselenggarakan oleh PB PGRI yang bekerja sama dengan Rumah Perubahan dan Mahir Academy pada tanggal 2 Mei 2020 – 20 Mei 2020 mengatakan bahwa Guru tak bisa tergantikan dengan apapun karena guru adalah TELADAN, hal demikian juga didukung oleh para pemateri hebat lainnya saat itu.
Dengan mengetahui ini, tidak serta merta membuat guru berbesar kepala, mengapa? generasi Alpha/A yang sekarang berumur sekitar 10 tahun kebawah, adalah kaum terdidik karena mereka sangat dekat dengan teknologi .
Hal ini harus menjadi dorongan guru untuk berbenah diri agar tidak tertinggal jauh dari mereka yang sudah familiar dengan hal baru.
Dengan perkembangan ini, kiranya tidak membuat guru juga merasa down atau bahkan menyerah. Segala perubahan haruslah dihadapi dengan beradaptasi, mungkin dengan cara awal yaitu memaksakan diri yang akhirnya terpaksa, lalu bisa, dan pada akhirnya akan terbiasa.
Memaksakan diri? yah tentu, lalu bagaimana? ingin mengikuti kemauan untuk diam saja? atau ingin mengatakan “saya sebagai guru tidak bisa?”.
Atau hanya jadi penonton dan mengatakan kepada siswa (i) ” maaf Bapak dan Ibu guru tidak tau tentang hal itu. Maklum kami sudah tua”. BIG NO. Do not ever say that.
Jika mengatakan demikian, hal ini tentu keliru, karena Guru adalah role model. Memang Guru juga manusia biasa yang tidak akan luput dari salah dan kekurangan dalam bidangnya, namun apa jadinya jika kemampuan Guru jauh dibawah kemampuan siswa (i)?.
Tetap semangat guru-guru hebat. Masih banyak jalan menuju pembaharuan ilmu.
Guru sebagai teladan adalah salah satu pegangan yang patut dipelihara dan dikembangkan agar tidak tergeser oleh hal-hal baru.
Lalu bagaimana caranya untuk memperbaharui ilmu yang sudah dimiliki, tentu dengan mengikuti pelatihan, webinar yang diadakan di berbagai media.