Kegilaan Apa Saja Yang Membuat Siswa Masuk Ruang BK
Kalau tidak nakal bukan siswa namanya!.
Nakal tidak selamanya berarti buruk, walau sifat nakal sering membuat orang lain merasa tidak nyaman.
Siswa yang sering melakukan hal seperti ini adalah siswa yang aktif atau suka bergerak, atau dengan kata lain susah diam di tempat.
Ada juga siswa yang sering membuat gerakan tambahan adalah mereka yang memiliki masalah serius di dalam keluarga.
Berdasarkan pengalaman saya menjadi seorang tenaga pendidik, masalah keluarga adalah masalah yang paling utama menjadi penyebab siswa melakukan pelanggaran di sekolah.
Entah karena kurang perhatian dari orangtua, terluka akan sikap orangtua, dan lain-lain.
Jika siswa melakukan hal yang sudah melebihi batas kenormalan, maka tugas wali kelas memangil orangtua/wali siswa lalu menyelesaikannya dengan guru bimbingan konseling (BK).
- Aur-Auran. Berhamburan di halaman sekolah atau bahkan di sekitar sekolah sangat menganggu siswa dan guru lain yang sedang belajar dan mengajar, bahkan dapat mengangu pengguna jalan. Tak jarang jika siswa tidak mengikuti pelajaran di kelas, mereka suka kumpul bersama sambil bercerita, ketawa bersama dengan suara yang keras. Hal seperti ini sangat perlu diwaspadai, karena jika dibiarkan, hal ini dapat membuat mereka semakin tidak terkontrol untuk melakukan anarkis atau merancang sesuatu yang tidak baik.
- Tidak Disiplin. Tidak tepat waktu, tidak kerja tugas atau tidak kerja pekerjaan rumah adalah beberapa dari sekian kebiasaan indisipline siswa. Bagi beberapa siswa (i) yang butuh perhatian lebih dari guru, terkadang kebiasaan yang salah seperti itu dilakukan berkali-kali entah karena alasan malas, lupa, bosan, acuh atau karena memiliki masalah keluarga hingga mereka melampiaskannya dengan hal yang memancing amarah guru.
- Jail. Kebiasaan ini mendekati bully. Terkadang ada siswa yang sengaja membuat teman sekolahnya terluka, tersinggung yang mengakibatkan siswa tersebut harus berurusan dengan guru BK. Bully adalah salah satu hal yang harus diberantas di sekolah, karena hal ini bisa mematikan karakter siswa, bahkan jika dibiarkan, maka siswa tersebut bisa merasa luluasa untuk melakukan hal yang lebih fatal kepada orang lain.
- Berbohong. Sikap ini sering dilakukan siswa untuk menutupi tindakannya agar tidak tercium oleh guru. Ada banyak taktik yang sering mereka lakukan dan tentu guru sering membacanya, misalnya siswa berbicara sambil garuk-garuk kepala atau membentak guru untuk menutupi kesalahannya.
- Bersekongkol Dengan Komplotan. Biasanya janjian untuk bohongin guru untuk bolos, misalnya pura-pura sakit, ada keluarga yang sakit dan lain-lain. Siswa terkadang lupa kalau guru juga dulu pernah sekolah, pernah berbohong. Siswa harusnya menyadarinya agar tak perlu berbohong kepada guru yang akan membuatnya berurusan di meja pengadilan guru BK.
- Style Yang Permanen. Setiap sekolah memiliki aturan dimana aturan tersebut terkadang susah dipatuhi oleh siswa, contoh pakaian harus dimasukkan ke dalam celana, menggunakan sepatu berwarna hitam. Hal ini tentu tak akan disukai oleh mereka yang suka trend. Memasukkan baju ke dalam celana akan terlihat culun bagi mereka yang suka style kekinian.
- Tidak Beretika. Ada saja siswa yang terkadang lepas kendali, misalnya memanggil temannya dengan sebutan “anjing”. Kata ini digunakan tidak hanya dalam keadaan marah, tetapi juga dalam keadaan normal. Bagi beberapa siswa kata ini sudah menjadi kata gaul yang terkadang mereka plesetin menjadi “anying”. Contoh: saat itu saya sedang mengajar lalu seorang siswa berteriak dari luar kelas dan memanggil temannya yang sedang belajar dengan berkata “anjing, saya tunggu di kantin”. Sontak saya langsung menegur anak tersebut, namun dia lari tanpa mengucapkan kata ‘maaf’. Bisa dibayangkan jika hal ini terus dibiarkan berkembang.
Sikap dan tindakan di atas sangat tidak berguna bagi siapapun, terlebih lagi hal demikian bisa membuat guru BK harus berurusan dengan berbagai pihak, seperti wali kelas, kepala sekolah, keluarga siswa bahkan pihak kepolisian.
Guru BK adalah teman baik wali kelas, dimaan mereka saling membantu, saling mensupport untuk menangani siswa yang sering melakukan pelanggaran.