Menikah Di Usia Muda
Saat ini, saya akan menceritakan hal yang membuat saya merasa terpaksa sapu-sapu dada sambil tepuk jidat sendiri.
Diawal tahun ini, saya melihat anak-anak muda cantik memutuskan menikah di usia 18 tahun dengan seorang pria yang lebih tua setahun dengan dirinya, yang satunya bercerita secara langsung akan segera menikah dan sekarang usianya 19 tahun, begitu juga dengan calon suaminya, dan yang satunya lagi sudah putus sekolah dan sudah menikah beberapa hari lalu diusia 17 tahun, serta suaminya berusia 18 tahun.
Saya bertanya kepada seorang diantara mereka “mengapa kamu ingin menikah di usia sangat muda?” “takut dosa dan sudah cinta” itu jawabnya.
Untuk memastikan jawaban anak tersebut, saya sempat menanyakannya ulang pertanyaan yang sama dan ternyata jawabannya sama.
Hal yang membuat saya tidak habis berfikir adalah mengapa menikah dengan alasan itu? Hati saya bertanya “ Apakah anak tersebut kurang membaca?, kurang bergaul atau minimal kurang menonton atau mendengar berita tentang pernikahan di usia dini? bukankah penyebab utama perceraian karena menikah diusia dini?”
Saya juga berfikir apakah orangtua mereka kurang memberikan pemahaman, atau hal tersebut muncul karena mereka sudah memiliki komitmen yang kuat? Well, pertanyaan terakhir ini membuat saya ragu dan mengiring hati saya berfikir negatif, yaitu karena mereka bodoh. (maaf)
Tidak bisa dipungkiri bahwa tingkat kebodohan dalam hal menetukan tahap-tahap kehidupan masih minim, ditambah lagi dengan pemikiran beberapa orangtua yang juga minim akan pengetahuan. Pemikiran “asal anak mereka sudah menikah tanggung jawab mereka selesai”.
Ada beberapa orangtua mengatakan bahwa banyak anak, banyak rezeki. Salah satu hal ini yang membuat mereka merasa tak bersalah jika memberikan lampu hijau kepada anak mereka untuk segera menikah di usia muda.
Pada kenyataannya, tidak sedikit mereka yang menikah diusia muda hidup menderita karena kesusahan dalam hal ekonomi. Belum lagi karena mereka merasa jenuh dengan rutinitas ibu dan kepala rumah tangga yang begitu saja.
Juga, tentang mengurus anak, terkadang anak dititipkan kepada orangtua yang kadang membuat orangtua merasa lelah dengan kegiatan yang berulang-ulang mereka lakukan.
Parahnya jika harus tinggal serumah dengan orangtua, dimana dalam satu rumah dihuni lebih dari beberapa keluarga. Hal seperti ini yang sering menimbulkan perselisihan, hingga menimbulkan konflik di dalam keluarga.
Apapun dengan yang sudah saya amati, hal yang membuat saya tidak bisa berkata-kata adalah jawaban atas pertanyaan saya, dimana semua pasangan ini menjawab mereka menikah karena cinta. Tentang pekerjaan akan dicari bersama-sama, akan berjuang dari awal bersama-sama.
Melihat hal ini, saya merasa semakin tidak heran jika jumlah kemiskinan terus meningkat di negara ini. Sepertinya edukasi akan pernikahan di sekolah, di tempat ibadah atau kegiatan organisasi perlu ditingkatkan untuk menekan jumlah pernikahan di usia muda.
Saya berharap kedepan pemerintah memikirkan tentang undang-undang pernikahan bagi pasangan yang belum memiliki pekerjaan tetap, selain mengurangi konflik dalam keluarga juga hal ini menurut saya dapat mengurangi jumlah kemiskinan.
Memang, tak ada jaminan bahwa menikah di usia matang atau menikah pada saat sudah dewasa, atau pada saat sudah memiliki pekerjaan hubungan pernikahan akan langgeng, aman dan bahagia. Tentu tidak, namun minimal dalam keadaan apapun, setiap pribadi mampu membiayai hidup sendiri, hingga tidak terjerumus dalam kemiskinan yang dapat menimbulkan penyakit masyarakat atau penyakit sosial.
Saya berdoa kepada ketiga anak muda tersebut agar selalu hidup bersama pasangan masing-masing dan mampu melewati badai bersama-sama, serta bisa membantah hal-hal yang telah saya amati tentang pernikahan dini dengan bukti pernikahan mereka kelak.
Anak muda lainnya, hendaknya tidak mudah memutuskan untuk menikah muda, jika belum yah minimal memiliki pekerjaan tetap yang bisa dipegang seumur hidup.
Nikmatilah masa muda kalian dan tetap semangat.