Guru, Siswa dan Orangtua Siswa

Menulis Bukan Bakat, Tetapi Keterampilan.

Sumber Gambar : iStockphoto.com

Sejak generasi milenial, budaya membaca dan menulis sudah mulai tergeser dengan budaya menonton dan mendengarkan. Hampir semua informasi dapat dilihat  dan didengar dari beberapa aplikasi. Cukup ditekan, ditonton dan didengar sambil melakukan hal yang lain.

Menonton sambil melakukan hal penting lainnya memang sangat menghemat waktu. Istilahnya sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Sekali melakukan pekerjaan, mendapatkan beberapa hasil sekaligus. Sambil menonton, seseorang bisa menyelesaikan pekerjaan lain seperti menyapu, jualan dan lain-lain.

Hal ini sejalan dengan zaman informasi yang memaksa orang untuk bekerja cepat, namun tepat. Segala hal kalau bisa dibuat instant,  agar pekerjaan lain dapat dilaksanakan sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih.

Namu, kita hampir lupa, bahwa mengikuti perkembangan zaman memang perlu, tetapi ada nilai-nilai yang tidak bisa ditinggalkan karena peradaban, malah ada kebiasaan baik yang harus terus dipupuk, agar memberikan pengaruh baik bagi masyarakat. Dalam hal ini bagi siswa (i).

Hal yang tidak dibisa dihilangkan adalah menulis. Jika zaman dulu, para nenek moyang menulis di batu, di daun, namun karena perkembangan teknologi orang tidak perlu lagi menulis atau mengetik di tempat seperti demikian, tetapi  di buku tulis, tab, smartphone atau bahkan di komputer atau laptop.

Menulis adalah kegiatan yang dapat menghilangkan stress atau kejenuhan dalam melaksanakan kegiatan rutin setiap hari. Terkadang orang suka mencurahkan isi perasaan (curhat) kepada orang lain atau berkoar-koar di salah satu akun media sosial dengan ekspresi yang berlebihan. Sadarkah kita bahwa sangat jarang ada pendengar yang seutuhnya baik?.

Masalah yang muncul adalah keinginan dari tekat yang kuat untuk mau menulis yang susah dibentuk. Ada yang berpendapat bahwa “saya tidak memiliki bakat menulis” what?  

Menurut maxmanroe.com bakat adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dimana kemampuan tersebut sudah melekat dalam dirinya dan dapat digunakan untuk melakukan hal-hal tertentu dengan lebih cepat dan lebih baik dibandingkan dengan orang biasa.

Berdasarkan defenisi diatas, Penulis ingin menjelaskan bahwa kemampuan bukanlah bakat, tetapi kemampuan adalah kapasitas yang dimiliki seseorang yang bisa terbentuk jika sering berlatih. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa menulis tidak harus berasal dari bakat, melainkan dari keterampilan yang harus terus diasa, agar bisa menjadi sebuah bakat.

Menurut pendidikan.co.id, keterampilan merupakan suatu kemampuan di dalam menggunakan akal, fikiran, ide serta kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah atau juga membuat sesuatu itu menjadi lebih bermakna sehingga dari hal tersebut menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut.

Dari defenisi diatas, dapat jelaskan bahwa kreativitas dalam menulis dapat menghasilkan bakat (menulis) hingga bisa menghasilkan sesuatu yang bermakna. Keterampilan yang terus dilakukan, terus dilatih akan menjadikan hal yang memuaskan.

Beberapa hal yang menguntungkan dari menulis adalah kita bisa memiliki jejak perjalanan hidup kita dari yang menyenangkan hingga yang menyedihkan. Jika suatu saat kita membacanya ulang, pasti kita akan merasa bangga dan bersyukur, karena ternyata kita mampu melewati hal sulit di dalam hidup ini dan memiliki kekayaan itelektual yang kemungkinan bisa bermanfaat bagi pembaca. Bukankah ini menyenangkan?.

Banyak para penulis buku, blogger yang shock dengan hasil tulisan mereka selama setahun. Mereka tidak menyadari ternyata mereka mampu berkarya hingga sejauh itu. Dengan menulis kita bisa menciptakan branding untuk diri sendiri yang tentunya memiliki manfaat suatu saat nanti. Stop ikuti hal yang instant. Nikmati proses dan pasti hasilnya akan sangat memuaskan. Yuk latih keterampilan menulis, hingga memiliki bakat yang dahsyat.

Delyana Tonapa

I am Delyana