Guru, Siswa dan Orangtua Siswa

Cita-Cita Berubah-Ubah, Perlukah Gelisah?

Sumber Gambar : pixabay.com 



Masa depan yang kuat adalah masa depan yang kreatif dan produktif.

Mungkin kalian sudah sering mendengar pertanyaan di atas, namun pernyataan tersebut belum ketancep ke dalam hati sanunari paling dalam. Cie cie cie

Atau belum masuk di dalam akal kalian, karena masih belum memikirkan masa depan.

Mungkin kalian berfikir “untuk masa depan, saya mengikuti arus saja”, dengan kata lain, kalian belum punya cita-cita. Hadewww

Sebelum lanjut, Jawab pertanyaan ini yah, Jawabnya cukup di dalam hati saja, tak perlu tulis di kolom komentar atau email saya. Hehehehe

Cita-cita kalian apa?

Jika kalian tidak sanggup menggapai cita-cita yang kalian impikan saat ini, Apa yang kalian lakukan?.

Apakah ada cita-cita lain?.

Kata orang jika plan A tidak berhasil, maka plan B, C dan D bisa diusahakan atau dicoba.

Saya teringat Guru SD saya di Donggala, entah bapak Guru tersebut sedang membaca blog saya ini.

Beliau sampaikan “fikirkanlah cita-cita selagi kalian masih di sini (SD), karena impian itu bisa memotivasi kalian untuk rajin belajar dan rajin ke sekolah, jangan pergi ke sekolah karena merasa cuma rutinitas yang harus di kerjakan setiap hari, atau supaya tidak dimarah orangtua”.

Saat itu saya bertanya, “Pak Guru, bagaimana kalau cita-cita saya berubah nanti?”.

“tidak apa-apa, hampir semua orang demikian, yang jelas harus punya visi dan misi di dalam hidup,  memiliki keterampilan, jangan cuma ikut-ikutan saja”.

Pak Guru bertanya “Cita-cita kamu apa?”.

Saat itu saya menjawab banyak pak Guru. Mau jadi pengacara atau polisi wanita dan ada lagi dua, tapi masih rahasia.

“Kenapa kamu memilih ingin menjadi pengacara atau polisi wanita”, lanjut Pak Guru bertanya.

“Saya mau menjadi pengacara, karena saya ingin menjadi seperti pemain film seri korea pak, dia kelihatan hebat dan cantik” (maaf, saya lupa judul dan nama pemainnya), Kalau POLWAN, karena kakek saya polisi, saya mau seperti kakek.

Sontak teman-teman kelas senyum-senyum membuli. Hehehehe.

Mereka merasa lucu dengan keinginan saya yang ingin seperti pemain film korea yang sedang hits saat itu.

Memang kedengaran lucu, saya pun merasakannya, namun Pak Guru bertanya, saya pun menjawab sesuai kenyataan saat itu. Hehehehe

Setelah saya berada di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), karena satu dan lain hal, Saya memilih profesi yang saya lakoni saat ini.

Saya setuju dengan perkataan Guru SD saya, Jika cita-cita mengalami perubahan, tak perlu kwatir dan gelisah, yang jelas ada usaha dan terus belajar.

Terkadang keadaan atau kondisi merubah rencana yang sudah dibuat.

Contoh: pada waktu kecil, teman saya ingin menjadi seorang manager, namun dengan berlalunya waktu, dia tak ingin lagi menjadi manager, dia ingin menjadi polisi, alasannya, karena dia ingin seperti tetangganya yang bekerja di POLSEK Abepura.

Ada juga teman seprofesi saat ini yang dulunya ingin menjadi seorang dokter,namun sekarang menjadi Guru. 

Saya bertanya “kenapa rubah haluan, kawan?. “Saya gagal tiga kali tes dan tidak punya cukup uang kuliah di universitas swasta” dia menjawab dengan rileks.

Namun, menjadi seorang Guru adalah pekerjaan yang dia cintai saat ini.

Saya yakin, masih banyak orang sukses di luar sana yang demikian, cita-cita awal berubah dengan pekerjaan mereka saat ini, dan sebagian besar bangga akan pekerjaan tersebut, namun juga ada yang tidak.

Tetaplah bermimpi dan berusaha, tak perlu terlalu memikirkan hasilnya dulu, yang paling penting, tetap belajar dan berusaha.

Baca Juga : 

  1. Mengapa ada kata harus?
  2. Hidup penuh pilihan dengan berfikir.
  3. Mentalitas pemenang: sulit, tetapi bisa

Delyana Tonapa

I am Delyana