Guru, Siswa dan Orangtua Siswa

Mengapa Siswa SMK Harus Minder?

Sumber Gambar : pixabay.com

Hari ini, saya terketuk harus menulis, karena saya membaca sebuah artikel yang berjudul “siswa SMK tidak perlu minder.

Belum hilang diingatan kita tentang jumlah pengangguran di Indonesia.

Kepala BPS Margo Yuwono pada Cinbcindonesia pada tanggal 09 Mei 2022 menyebutkan dari jumlah pengangguran yang dimaksud oleh Badan Pusat Statistik (BPS)  yang mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sebanyak 8,4 juta, pendidikannya yang paling banyak adalah lulusan SMK. Pengangguran lulusan SMK tercatat 10,38%.

Mengetahui hal ini tentu banyak pertanyaan yang muncul.

Bagaimana cara BPS mendapatkan hasil demikian?, apakah sudah sesuai sasaran atau tidak?, lalu apa langkah berikutnya?.

Sepengetahuan saya, cara sekolah mengetahui kemana saja lulusan atau almuni setelah lulus sekolah adalah dengan membagikan link tracer lulusan.

Caranya dengan memberikan link tersebut kepada guru-guru yang masih aktif, khususnya wali kelas, lalu membagikannya kepada siswa anak wali.

Kendala yang saya temui pada saat membagikan link tracer study adalah:

  • Tak jarang siswa yang sudah lulus menganti nomor kontak mereka, sehingga untuk membagikan link tersebut untuk diisi sangat sulit,
  • Ada saja siswa merasa malu jika memberitahukan pekerjaannya setelah lulus. Pengalaman terakhir, anak wali saya menginformasikan bahwa temannya enggan mengisi link alasannya, karena saat ini dia belum mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, sehingga dia memutuskan untuk jualan Lalapan. Ada juga yang sedang kuliah sambil memelihara ternak untuk membiayai dirinya.

Lulusan SMK yang tercatat mendapatkan pekerjaan sesuai kejuruan mereka sewaktu sekolah sangat minim.

Hal ini terjadi, karena ilmu yang mereka dapatkan masih sangat minim, sehingga mereka memilih untuk melanjutkan pendidikan.

Sedangkan yang tercatat di penulusuran lulusan adalah siswa yang lulus sekolah dan langsung bekerja.

Tak adil bagi sekolah kejuruan jika dikatakan pengganguran didominasi oleh lulusan SMK.

Minat siswa berbeda-beda, walau sebenarnya lulus dan langsung bekerja adalah hal yang paling diimpikan oleh guru.

Namun mari kita melihat di lapangan atau DUDI (Dunia Usaha). Ada berapakah perusahaan yang siap menyerap siswa yang baru lulus sekolah, berapa  yang tidak.

Tentu hanya di beberapa perusahaan saja, khusunya di bidang otomotif seperti mekanik motor dan mobil,  perusahaan bidang konstruksi seperti buruh bangunan dan lain-lain.

Bagi pekerjaan berat seperti arsitek bangunan atau konsultan dibutuhkan ilmu yang lebih tinggi dari seorang yang lulusan SMK saja, mengapa, karena lulusan SMK hanya dibekali ilmu arsitek dan konsultan sebagai pengenalan atau dasar, walau materinya sudah hampir sama seperti saat kuliah.

untuk mendapatkan lisensi seorang arsitek dan konsultan tidaklah mudah karena melalui tahap-tahap yang sulit.

Walau demikian siswa yang lulus SMK tak sedikit memilih melanjutkan sekolah sambil bekerja dibidang yang sesuai dengan kejujurannya dan tak sedikit juga, mereka kuliah sambil bekerja diluar keahliannya.

Sejatinya, semua lulusan ingin bekerja, namun sebaiknya tidak adil jika langsung menjudge bahwa lulusan SMK penyumbang pengganguran terbesar di negeri ini.

Aplikasi atau platform untuk mengetahui lulusan kemana saja saat lulus mungkin sebaiknya diperbaharui agar penulurusannya mendetail.

Tak elok jika lulusan SMK bertanya “lulusan SMA bagaimana, apakah mayoritas mendapatkan pekerjaan sesuai keahlian mereka saat lulus?”.

Kedepannya, agar tidak menimbulkan kegaduhan opini akan lulusan, sebaiknya semua pihak harus berkoordinasi dengan baik.

Terutama wali kelas hendaknya terus menjalin hubungan yang baik dengan lulusan, agar bisa saling terbuka akan masalah yang bisa saja membuat mereka tidak terbuka akan lokasi dan bidang pekerjaan  mereka saat ini.

Bagi lulusan SMK tetaplah asa keterampilan yang dimiliki agar dapat bersinar suatu saat nanti.

Delyana Tonapa

I am Delyana